Lihat ke Halaman Asli

Choirul Anam

Penulis Partikelir

Ngopi dan Menulis: Menggabungkan Tradisi dan Inovasi di Era Digital

Diperbarui: 26 November 2024   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Ngopi dan Menulis (Sumber: mamikos.com)

Ada sesuatu yang istimewa dari secangkir kopi. Kehangatannya tak hanya menghangatkan tubuh, tetapi juga sering menjadi pembuka inspirasi. Dalam tradisi Islam, kopi memiliki makna lebih dari sekadar minuman. Ia adalah saksi lahirnya gagasan brilian, diskusi panjang para ulama, hingga penyusunan kitab-kitab monumental. Tetapi, bagaimana hubungan ngopi dengan menulis di era digital? Apakah tradisi ini tetap relevan, atau hanya menjadi nostalgia romantis masa lalu?

Inspirasi dari Para Ulama

Ngopi bukanlah sekadar aktivitas mengisi waktu luang. Dalam sejarah Islam, kopi memiliki tempat istimewa. Minuman ini mulai dikenal di kalangan sufi Yaman pada abad ke-15 sebagai pendukung ibadah malam. Dari sana, kopi menyebar ke dunia Islam, menjadi teman diskusi para ulama yang menghabiskan malam-malam panjang untuk menulis dan bermusyawarah.

Kopi dianggap sebagai simbol ketekunan dan kesiapan untuk berjaga malam demi ilmu. Misalnya, Imam Syafi’i dikisahkan memiliki kebiasaan meminum sesuatu yang menyerupai kopi untuk menjaga konsentrasi saat menulis. Minuman ini bukan hanya penghilang kantuk, tetapi juga lambang semangat menciptakan karya yang bermanfaat bagi umat.

Tradisi ngopi ini mengajarkan bahwa menghasilkan sesuatu yang bermakna membutuhkan fokus dan dedikasi. Secangkir kopi adalah pengingat bahwa setiap gagasan besar lahir dari perjuangan yang tidak instan.

Menulis di Era Digital

Menulis di zaman sekarang jauh lebih mudah dibandingkan masa lalu. Kita tak perlu lagi gulungan kertas panjang atau tinta yang berceceran. Dengan laptop atau ponsel, ide-ide dapat dituangkan langsung dan disebarluaskan ke seluruh dunia hanya dalam hitungan detik.

Namun, di balik kemudahan ini, ada tantangan besar. Era digital penuh dengan distraksi—notifikasi media sosial, video viral, hingga pesan singkat yang terus berdatangan. Alih-alih fokus menulis, kita sering terjebak dalam aktivitas scrolling tanpa akhir. Selain itu, arus informasi yang begitu deras menuntut penulis untuk lebih hati-hati. Jika dulu ulama menghabiskan waktu berjam-jam menelaah kitab sebelum menulis, kini sebagian penulis cenderung tergesa-gesa, mengambil kutipan tanpa memeriksa keakuratan atau konteksnya.

Di sinilah tradisi ngopi bisa kembali relevan. Secangkir kopi menawarkan momen kontemplasi—waktu untuk berhenti sejenak, mengumpulkan pikiran, dan menemukan fokus.

Sumber Kreativitas

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline