Lihat ke Halaman Asli

Choiron

TERVERIFIKASI

Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Nasib Sang Pak Tani

Diperbarui: 23 Desember 2019   05:47

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Permisi Pak, numpang istirahat." Aku menyalami seorang petani tua yang sedang duduk di sebuah saung di tepi sawah.

"Iya Nak silahkan," jawab Pak Petani. Wajahnya tersenyum ramah dengan mata menyempit saat tersenyum.

"Sawah Bapak luas dan sebentar lagi sudah siap panen ya Pak.

"Iya. Dulu ini memang sawah saya,  tetapi sekarang bukan lagi. Saya hanya buruh tani saja, Nak."

"Maksud Bapak, dulu sawah ini milik Bapak kemudian dijual?"

"Bukan. Saya tidak pernah menjualnya. Jadi sawah 7 hektar ini dulu milik saya. Saya memperkerjakan banyak buruh tani untuk menggarapnya. Boleh dibilang, saya dulu tuan tanah di desa ini."

"Lalu kenapa bisa berpindah tangan, Pak?"

Pak Petani tersebut menghela nafas panjang sebelum menjawab.

"Itu kesalahan saya sendiri. Untuk mengelola sawah begitu luas, dulu saya dibantu oleh orang-orang kepercayaan yang juga buruh tani. Suatu hari salahsatunya menghadap dan berkata kalau ada mafia tanah yang akan merampas sawah ini."

Pak Tani berhenti sejenak untuk meminum air kendi yang tampaknya segar.

"Terus?" Aku tidak sabar mendengarkan ceritanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline