"Kau masih gadis atau sudah janda... Baik katakan jangan malu-malu..." Demikian sepenggal lirik lagu dangdut yang dinyanyikan oleh Mansyur S dan Elvi Sukaesih. Namun tulisan ini tidak hendak membahas lagu tersebut. Apalagi bagaimana kiat membedakan seseorang masih gadis atau sudah janda dari segi ciri-ciri fisik. Bila di Jepang, bentuk kimono yang digunakan oleh seorang wanita, dapat digunakan untuk membedakan apakah seorang wanita masih lajang atau sudah menikah. Ukuran lebar lengan pada kimono digunakan sebagai pertanda pemakainya seorang gadis atau sudah menikah. Motif dan pilihan warna juga menjadi petunjuk status seorang pengguna kimono. Berbeda dengan Jepang, wanita di India menggunakan pewarna pada jidat yang diletakkan ditengah di antara 2 alis. Tanda merah tersebut disebut bindi. Bindi hanya dikenakan oleh seorang wanita yang telah menikah. Konon jaman dahulu, si suamilah yang menorehkan darahnya di jidat istri sebagai simbol kesetian dan perlindungan dengan darah dan nyawa. Namun saat ini, pemasangan bindi lebih banyak sebagai aksesoris. Di beberapa negara, termasuk Indonesia, cincin lebih umum digunakan sebagai tanda apakah seorang wanita statusnya bebas, bertunangan atua sudah menikah. Cincin yang digunakan sebagai tanda juga berbentuk polos dan sederhana. Pada gadis yang belum terikat pertunangan dan pernikahan hanya menggunakan cincin biasa dengan permata atau tidak menggunakan cincin sama sekali. Sedangkan seorang wanita yang bertunangan, akan memakai cincin polos di jari manis tangan kiri. Setelah menikah, cincin polos akan berpindah ke jari manis tangan kanan. Namun kaum pria harus berhati-hati. Tidak semua wanita yang tidak menggunakan cincin itu berarti tidak terika tali pertunangan atau pernikahan. Bisa saja cincinnya digadaikan untuk keperluan mendesak seperti yang terjadi pada cerita saya di Cincin Kawin dan Teralis Besi. [caption id="attachment_208645" align="aligncenter" width="600" caption="Kimono, Bindi dan Cincin"][/caption] Cincin juga bisa digunakan sebegaia penyelamat dari godaan pria hidung zebra. Seorang gadis yang tidak ingin didekati oleh pria -- entah karena alasan masih sekolah/kuliah atau lainnya, akan memasang cincin 'status palsu'. Ada banyak mahasiswi yang menggunakan cincin 'status palsu' ini saat kegiatan di luar kampus seperti magang (kerja praktek) dan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Tidak mustahil saat seornag mahasiswi magang di sebuah kantor, dia akan digoda oleh pria hidung zebra baik yang serius maupun yang sekedar iseng saja. Pengalaman saya KKN dulu, beberapa mahasiswi sengaja memakai cincin polos di jari manis agar tidak digoda oleh mahasiswa lain fakultas yang cinlok (cinta lokasi). Lebih ngeri lagi kalau sampai Pak Kepala Desanya yang naksir di mahasiswi KKN. Bisa-bisa malah tidak bisa pulang karena dilamar sama Kepala Desa atau pemuda di desa tersebut. Itulah salah satu pentingnya cincin status palsu. Sebagai penyelamat para mahasiswi agar tetap bisa konsentrasi kuliah tanpa diganggu tawaran menikah pria yang tidak dikehendakinya. Anggap saja ini sebagai wujud pepatah, "Pria menang milih, dan wanita menang nolak". Tolak secara halus dengan cincin, bila sulit mengutarakannya dengan kata-kata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H