Lihat ke Halaman Asli

Choiron

TERVERIFIKASI

Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Ampun Pak, Bokong Saya Jangan Diapa-apain

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lega rasanya saat Saya dan keluarga telah melaksanakan program E-KTP yang digulirkan pemerintah. Sebelumnya datang surat undangan dari kantor Kecamatan melalui Pak RT yang berisi jadwal pembuatan E-KTP. Sesuai dengan KK, hanya saya dan istri saja yang berhak untuk membuat E-KTP. Beruntung saya mendapatkan jadwal pagi hari sebelum acara ke kantor. Lagipula  saya hanya mau difoto untuk KTP di pagi hari. Kata istri saya, wajah saja lebih segar dan bercahaya di pagi hari. Sedangkan kalau di malam hari saya khawatir senyum manis saat difoto berubah menjadi senyum menyeringai dengan tambahan gigi ala drakula. Lebih beruntung lagi, waktu antrian pembuatan E-KTP di Kecamatan Gedangan Sidoarjo tidak begitu lama. Setelah menunggu 15 menit, petugas kecamatan memanggil nomer antrian yang saya pegang. Setalah proses validasi formulir dan KTP lama, sayapun diminta duduk di sebuah kursi yang menghadap ke kamera digital yang terhubung ke komputer. Dalam hitungan detik, wajah tampan saya sudah tersimpan di database E-KTP. Berikutnya pengambilan sidik jari yang ternyata harus semua jari tangan dengan berbagai pola dan urutan. Saya sempat khawatir bila mereka meminta saya membuka sepatu untuk memindai jari kaki. Pasalnya kaos kaki saya bolong di daerah jempol. Bagi sebagian orang, itu merupakan aib. Namun bagi diri saya pribadi, hal tersebut berbahaya. Karena justru kesaktian saya terletak di kaos kaki bolong tersebut. Bila sampai harus dibuka di depan umum, saya khawatir mereka yang ada di ruangan tersebut jatuh pingsan karena tidak sanggup mencium baunya. Terakhir, saya diminta melotot pada sebuah kacamata (google) yang berfungsi untuk memindai retina mata. Lebih dari dua kali petugas meminta saya membuka mata lebar-lebar. Sayapun mencoba mencoba melotot agar retina mata bisa dipindai dengan baik.

Keluar dari ruangan E-KTP, rasanya diri ini sudah menjadi korban bulliying. Dari wajah, mata, hingga sidik jari sudah diserahkan ke negara untk direkam. Bila suatu saat nanti ada peristiwa kejahatan, dan ternyata pelakunya diduga memiliki sidik jari yang ditengarai sama dengan diriku, alamat negara akan menjemput saya dengan paksa.

Setelah selesai E-KTP, ternyata Polisi ingin meminta data saya sekali lagi dengan menerbitkan kartu bernama INAFIS yang katanya orang-orang pintar singkatan dari Automatic Fingerprints Identification System. Katanya kartu ini berfungsi sebagai database polisi agar identitas kita berupa biometric dapat mempercepat proses identifikasi korban dan pelaku kejahatan. Saya sendiri tidak begitu tahu apa lagi yang mau negara rekam dari diri saya agar bisa membedakan antara Choiron A, Choiron B atau Choiron lainnya. Apa mungkin sidik jari, retina mata dan foto wajah belum juga unik untuk membedakan satu orang dengan orang yang lainnya sehingga diperlukan penambahan identifikasi lainnya mungkin seperti panjang jari tangan, posisi pusar dan kedalamannya, atau luas jidat. Saya hanya khawatir bila kemudian diantara biometrik yang digunakan sebagai identitas unik setiap personal harus ditambah dengan foto bokong dan ukuran bokong vertikal plus horizontal. Bukan masalah apa-apa sih. Maaf saya tidak begitu percaya diri bila harus bokong dijadikan sebagai bagian dari identifikasi personal. Jadi ampun Pak, bokong saya ini jangan diapa-apain ya. Terserah bila Anda yang membaca tulisn ini bersedia difoto dan diukur bokongnya untuk dimasukkan ke dalam kartu identitas yang baru.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline