Lihat ke Halaman Asli

Choiron

TERVERIFIKASI

Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Ih Pentilnya Warna Merah

Diperbarui: 25 Juni 2015   06:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1334300314258588281

Kamis (12/4) kemarin memang saat berangkat ke kantor, tiba-tiba sepeda motor mulai terasa goyah dan tidak nyaman. Saya sangat hapal kalau ini gejala ban gembos dan bocor. Pelan-pelan saya minggir ke tepi jalan agar jangan sampai benar-banar gembos di tengah jalan. Perkiraan saya tepat. Beberapa saat kemudian, ban sepeda benar-benar gembos dan saya harus menuntunnya untuk mencari penambal ban profesional bersertifikat dan lulusan perguruan tinggi terkenal. (Hehehe... yang ini benar-benar lebay). Setelah menuntun sepeda motor kurang lebih 100,5 meter, sayapun bertemu dengan seorang penambal ban bersertifikat tadi. Dengan tangkas dia langsung menyambut sepeda motor saya dan memarkirnya di lapak. Singkat cerita, ban saya sobek dan harus diganti dengan yang baru dengan harga dan biaya pemasangannya Rp.35.000,-. Ah saya abaikan semua pikiran negatif mengapa ban saya bisa sobek sepanjang 2 cm. Saya juga tidak mau berfikir njlimet apakah harga tersebut terlalu mahal atau wajar saja. Yang penting di dompet tersedia uang Rp. 38.000,- berarti masih sisa Rp. 3.000,- Thanks God, ternyata masih ada sisa untuk beli minum nantinya. Saat menunggu ban dalam diganti dengan yang baru, saya melihat di lapak tersebut banyak sekali pentil ban yang berserakan. Huruf 'e' pada kata 'pentil' dibaca seperti pada kata 'penting' dan bukan seperti pada kata 'pentungan'. Agar orang yang mendengar Anda membaca artikel ini menjadi tidak salah sangka. Coba saja Anda masukkan kata 'pentil' di Google, pasti yang tampil gambar-gambar yang bikin bulu kaki merinding. Yang membuat saya antusias membahas tentang pentil ini adalah saat saya menemukan sebuah pentil warna merah menculek mata. Pentil warna merah ini seolah-olah lebih menonjol daripada saudara-saudara lainnya sesama pentil. Maka atas ijin Tuhan, sayapun memungutnya untuk saya amati. Berikutnya yang terpikir adalah betapa benda kecil yang bernama pentil ini ternyata menggunakan teknologi mekanik yang cukup canggih bila dibandingkan dengan pentil yang saya gunakan dulu saat menggunakan sepeda angin.

Pentil model lama yang saya gunakan menggunakan karet pentil yang diselungkan pada pentil besi berongga. Saat dipompa, angin akan terdorong masuk dan menyebabkan karet pentil terbuka untuk menyalurkan udara ke dalam. Bunyinya prut... prut... prut... akan terdengar mirip-mirip orang kentut dengan nada nge-jazz. Pada pentil mekanik seperti yang saya temukan ini. Karet pelapis digunakan sebagai sekat agar udara yang ada di dalam ban tidak kembali keluar. Sedangkan pada bagian atas terdapat kawat pembuka katup yang akan terbuka bila ditekan sehingga udara bisa keluar ataupun masuk. Teknologi sederhana, namun cukup bertahan lama hingga saat ini. Saya rasa belum ada teknologi katup angin terbaru yang lebih canggih lagi daripada pentil warna merah yang saya temukan tersebut. Mobil sekelas Ferrary yang belum saya milikipun menggunakan teknologi yang sama. [caption id="" align="aligncenter" width="428" caption="Courtesy of kelinci-wongkito.blogspot.com"]

Courtesy of kelinci-wongkito.blogspot.com

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline