Rabu, 5 Oktober 2011 ini tepat Tentara Nasional Indonesia (TNI) berulang tahun ke-66. Saya sebagai calon prajurit mengucapkan "Dirgahayu TNI, Semoga Jaya Selalu Membela dan Mempertahankan NKRI." Loh kok saya menyebut diri sendiri sebagai calon prajurit? Hehehe... iya, saya dulu adalah calon prajutit TNI yang sempat akan masuk AKABRI (Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Tepatnya saat tahun 1992 saya masih duduk di kelas 3 SMA, saya sempat mengambil formulir pendaftaran masuk AKABRI bersama teman-teman. [caption id="" align="aligncenter" width="576" caption="Taruna Akabari (Diambil dari barebsanjaya.wordpress.com)"][/caption] Kisahnya dimulai saat Bapak saya yang bekerja sebagai pelaut berkirim surat kepada Ibu, agar saya mendaftarkan diri di AKABRI selepas lulus SMA. Namun saya sendiri sebenarnya takut untuk mengikuti test masuk AKABRI yang terkenal susah. Belum lagi saya tidak kuat lari dalam waktu lama. Pelajaran olah raga yang menguras fisik adalah salahsatu yang saya kurang sukai. Lari keliling lapangan atau marathon biasanya membuat saya tertinggal dan dengkul saya terasa mau copot. Padahal seorang teman SMA saya yang begitu serius untuk masuk AKABRI, melakukan persiapan fisik dan syarat kesehatan lainnya 1 tahun sebelumnya. Bapaknya yang anggota TNI, mewajibkan dia untuk berlari setiap hari 5 km. Akhirnya teman saya tersebut diterima di AKABRI dan hingga saat ini sudah menjadi perwira tinggi di angkatan darat. Salah satu test kesehatan yang saya takuti juga yaitu varises. Dibalik tungkai, saya bisa melihat jelas bilur-bilur kehijauan urat vena tanda saya mengalami varises. Kata teman-teman, varises bisa dihilangkan dengan cara disuntik di puskesmas. Namun petugas kesehatan penguji biasanya akan menepuk permukaan kulit sehingga varises yang tidak tampak menjadi tampak. Entahlah, berbagai mitos seputar test kesehatan kami diskusikan di antara teman SMA yang tertarik untuk mendaftar di AKABRI. Salahsatunya adalah tentang pemeriksaan seputar kelamin dan anus yang bikin grogi. Kami juga sering berdiskusi tentang pilihan untuk masuk dan menjadi kadet angkatan laut, angkatan darat, angkatan udara, atau kepolisian. Saat itu kepolisian masih bergabung dalam jajaran TNI. Yang mnejadi favorit waktu itu adalah angkatan darat. Karena kekuasaan angkatan darat pada jaman orde baru begitu dominan. Bahkan kepala daerah biasanya diangkat dari kolonel. Sedangkan saya sendiri lebih senang dengan angkatan laut karena seragamnya yang bagus. Sedangkan seorang teman berencana memiilih jadi polisi karena katanya polisi cepat kaya. Memang waktu itu, hampir semua polisi memiliki tingkat kesejahteraan di atas rata-rata tentara, terutama dari angkatan laut yang rasanya paling tidak makmur. Dengan terpaksa untuk memenuhi harapan Bapak, sayapun mendaftarkan diri ke sebuah instansi militer di Surabaya bersama teman-teman SMA. Ada sekitar 15 orang yang saat itu berminat mendaftar bersama-sama. Kami menyeberangi selat Madura dengan kapal ferry untuk sampai di Surabaya. Hari itu saya pulang dengan nomer test dan tanggal test yang telah ditetukan. Namun ternyata jadwal test awal masuk AKABRI dilaksanakan bertepatan dengan Pra-Ebtanas SMA. Sebagian teman-teman yang mendaftar AKABRI meminta ijin ke sekolah untuk bisa mengikuti test awal AKABRI. Sedangkan saya memutuskan untuk tetap mengikuti Pra-Ebtanas dan mengabaikan mengikuti test awal AKABRI karena saya begitu takut untuk melalui test AKABRI tersebut. Pada Bapak dan Ibu saya bilang kalau testnya ternyata bersamaan dengan ujian sekolah, sehingga khawatir tidak lulus SMA. Akhirnya Bapak melunak dan berpesan agar saya mencobanya tahun berikutnya. Belakangan beredar banyak kabar burung kalau masuk AKABRI itu butuh dana yang tidak sedikit. Angkanya bisa di atas 100 juta. Beberapa pejabat militer biasanya memiliki jatah untuk memasukkan anaknya ke akademik tersebut. Hingga hari ini kabar burung tersebut masih santer terdengar di kalangan warga Madura. Saya sendiri tidak tahu kebenarannya. Mudah-mudahan setelah reformasi di tubuh TNI dan di ulang tahunnya yang ke-66, rumor tersebut hanya berita masa lalu saja yang tidak terbukti kebenarannya. Dirgahayu TNI ke-66.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H