Lihat ke Halaman Asli

Choiron

TERVERIFIKASI

Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

[Google Indonesia] Bus Transjakarta, Cummuter Line dan Copet

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasinaer di Alun-alun - Dok.Pri

Pada tulisan sebelumnya saya menceritakan perjalanan dan hal yang unik-menarik di kantor Google Indonesia. Kali ini, ada cerita tersisa dari kunjungan saya beberapa waktu lalu (7/3) ke Kantor Google Indonesia. Terutama terkait sistem transportasi di Jakarta. [caption id="" align="aligncenter" width="600" caption="Kompasinaer di Alun-alun - Dok.Pri"][/caption] Taksi 180 Ribu Acara nongkrong bareng di kantor Google Indonesia yang waktunya sore hingga malam hari, membuat dilema antara pulang ke Cibinong -- rumah Om dan Bulek, atau menginap semalam lagi di Jakarta. Pasalnya kalau harus pulang ke Cibinong, tidak ada angkutan umum seperti bus yang langsung bila sudah larut malam. Sedangkan bila harus menginap semalam lagi di Jakarta, akan menghabiskan dana sebesar tiket pesawat Surabaya-Jakarta. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan Bulek (adik dari ibu saya), saya memutuskan pulang ke Cibinong dengan menggunakan taksi. Kata Bulek, paling biayanya habis sekitar 150 ribu saja. Beruntung, ternyata ada Mas Sigit yang akan pulang ke Depok dan ikut serta dengan saya, sehingga bisa menjadi teman ngobrol di jalan. Dari depan Plaza Senayan, cukup mudah untuk mendapatkan taksi. Walau sudah malam, ternyata jalanan Jakarta masih juga macet, sehingga taksi bergerak merayap di sepanjang Sudirman. Selama di jalan, saya dan Mas Sigit berdiskusi tentang banyak hal, hingga tak terasa sudah sampai di pintu keluar tol. Mas Sigit berpamitan dan turun terlebih dahulu untuk mengambil motornya di tempat penitipan motor.  Berikutnya saya meneruskan perjalanan hingga ke McD di Mall Cibinong untuk dijemput oleh Om dan sepupu saya. Sekitar jam 11 malam, sampai juga di tempat tujuan dengan tarif 180 ribu. Ini adalah pengalaman pertama saya naik taksi begitu jauh dan lebih dari 100 ribu. :) Copet di Bogor Sabtu pagi saya bangun dengan badan segar, namun kaki masih terasa pegal. Rumah Om dan Bulek yang berada di daerah Bojong Gede. Udaranya masih terasa sejuk dan airnya dingin seperti air es, membuat saya malas mandi pagi. Hingga setelah sarapan pagipun, saya kembali ke kamar untuk tidur lagi dan narik selimut. Siang harinya, saya diajak makan siang ke rumah makan Ampera di daerah kota. Saya pikir tadinya itu sejenis restoran padang. Namun saat melihat menu masakan yang ada di dapurnya, ternyata restoran tersebut spesialis masakan sunda. Saya memilih nasi merah bakar, sayur asem, ikan gurami goreng, jimbal roti dan sepotong tempe goreng. Sedangkan untuk jeroan dan cumi-cumi, tidak berani saya pilih karena bisa 'berbahaya' kalau sampai kolesterol naik nih. [caption id="attachment_316609" align="aligncenter" width="600" caption="Bulek, Sepupu dan Om - Dok.Pri"]

1395495725124036926

[/caption] [caption id="attachment_316610" align="aligncenter" width="600" caption="Sayur Asem dan otak-otak ikan bumbu kacang - Dok.Pri"]

1395495987625478002

[/caption] Sayur asemnya luar biasa sedap. Sudah lama saya tidak menikmati sayur asem dengan isi belinjo dan daun belinjo. Sedangkan otak-otak ikan juga menjadi menu favorit untuk dinikmati bersama sambal kacang yang rasanya yummi. Saat di Sudirman Jakarta, saya sering membeli 10 potong otak-otak ikan di dekat Gedung Dikti. Namun kemarin, penjualnya sudah terkena larangan berjualan di sekitar trotoar Sudirman. Baru saja kami berempat selesai makan dan bersiap-siap akan membayar, seorang ibu yang sedang berdiri di depan kasir tiba-tiba menjerit dan tubuhnya gemetar hebat. Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan ibu tersebut yang kemudian dibantu oleh seorang pegawai untuk duduk dan diberi teh hangat. Berikutnya kami baru tahu kalau si ibu shocking berat karena saat akan membayar tagihan, si ibu tidak lagi menemukan dompet dan handphonenya yang baru saja dicopet. Saat si ibu berjalan lewat di dekat kami, si ibu masih menangis dan gemetar. Tampak juga tas tangan warna hitamnya sobek cukup lebar seperti terkena benda tajam di bagian samping. Saya jadi ingat dengan kejadian yang sama yang menimpa ibu saya dulu saat masih kecil tinggal di Jakarta. Tas tangan Ibu disilet pencopet dan Ibu kehilangan dompet saat akan membayar barang belanja di Pasar Koja. Jangan Sampai Salah Masuk Gerbong Commuter Line Minggu pagi (9/3) saya berpamitan untuk kembali ke Jakarta. Jadwal penerbangan ke Surabaya memang jam 5 sore. Namun saya ingin membeli oleh-oleh untuk keluarga terlebih dahulu. Saat di Blok-M, saya tidak jadi membeli kaos bergambar souvenir dengan tulisan Jakarta karena harganya dirasa masih terlalu mahal. Kali ini saya memutuskan untuk mencoba Commuter alias kereta listrik dari stasiun Citayem ke Jakarta Kota. Sesampai di stasiun, saya langsung menuju loket untuk membayar tiket elektronik Commuter Line. Ongkosnya  5 ribu rupiah sudah bisa sampai Jakarta, dan saya membayar 10 ribu rupiah untuk jaminan kartu elektroniknya. Kata si petugas, uang jaminan saya akan dikembalikan kalau saya menukarkannya di loket penukaran di stasiun Jakarta Kota. [caption id="attachment_316612" align="aligncenter" width="600" caption="Ketentuan Kartu Elektronik - Dok.Pri"]

1395498389867522917

[/caption] [caption id="attachment_316648" align="aligncenter" width="600" caption="Pintu otomatis stasiun - Dok.Pri"]

1395526238706858530

[/caption] [caption id="attachment_316613" align="aligncenter" width="600" caption="Suasana Sepi di hari minggu di Commuter Line - Dok.Pri"]

139549842838812219

[/caption] Setelah memberi tiket, saya terdiam terlebih dahulu di pintu masuk untuk memperhatikan bagaimana cara orang-orang menggunakannya. Maklum penumpang newbie yang perlu 'wait and see' untuk belajar tanpa harus bertanya. Ternyata kartunya cukup didekatkan di sebuah panel di ujung pintu masuk hingga lampu berwarna hijau agar pintu penghalang bisa memperbolehkan kita lewat. Pintu ini untuk sementara masih dijaga petugas, karena memang pasti tidak semua orang tahu dan sadar dan melompatinya. Lepas dari pintu masuk, saya bertanya ke seorang petugas arah kereta ke Jakarta Kota. Jangan sampai saya salah naik dan justru diantar ke arah sebaliknya ke Stasiun Bogor. Pagi itu kedatangan kereta cukup intens, walau dengan jumlah penumpang yang tidak terlalu penuh. Saya berdiri di tengah antara 2 jalur kereta. Saat sedang asyik menunggu, seorang ibu-ibu memperingatkan saya untuk pindah tempat. Katanya tempat saya menunggu ini khusus gerbong wanita karena posisinya di ujung. Jika tidak ingin repot nanti saat naik, saya disarankan untuk bergeser ke tengah stasiun. Sayapun menuruti saran ibu tersebut. Saya tidak bisa bayangkan bila sampai salah gerbong. Jangan sampai besok di koran dan televisi, "Shahrukh Khan salah masuk gerbong wanita dan habis dicubitin para wanita." :D Kondisi commuter atau yang dulu biasa disebut KRL, kini memang begitu bersih, rapi dan dingin. Saya rasa PT. KAI dan Dahlan Iskan berhasil menciptakan transportasi massal yang nyaman. Saat saya naik, penumpang memang sedikit di hari minggu sehingga bisa jalan-jalan dari satu gerbong ke gerbong lainnya. Entah bila pada hari kerja dan waktu berangkat dan pulang kerja. Pasti banyak penumpang yang bergelantungan. Tidak sampai 1 jam, saya sudah sampai di stasiun Jakarta Kota. Saat masih tinggal di Tanjung Periuk, saya sering ke stasiun ini untuk pulang ke Madura. Tentu saja turun di Surabaya, karena tidak ada kereta api yang langsung menyebrang ke Madura. Itu terjadi sekitar 30 tahun yang lalu, dan bentuk bangunan Stasiun Jakarta Kota masih dengan model bangunan lama, namun sudah dibuat besar dan bagus. [caption id="attachment_316652" align="aligncenter" width="600" caption="Jakarta Kota - Dok.Pri"]

1395528179542541168

[/caption] [caption id="attachment_316653" align="aligncenter" width="600" caption="Loket Pengembalian Kartu - Dok.Pri"]

13955286661481981080

[/caption] Keluar dari Stasiun Jakarta Kota, saya naik angkot menuju ke Mangga Dua untuk membeli oleh-oleh. Rasanya benar apa yang disampaikan Jokowi tentang peremajaan angkutan kota. Selain kopaja, angkot juga banyak yang kondisinya bobrok. Kontras dengan gedung-gedung dan jalanan bagus di Jakarta. Pasti usia angkutan tersebut sudah lebih dari 20 tahun dan pasti mesinnya boros dan pembakarannya tidak sempurna. Jangan Nakal di Busway Tidak banyak yang saya beli untuk oleh-oleh di Mangga Dua. Lagi pula saya tidak ingin direpotkan dengan urusan bagasi saat nanti di bandara. Saya hanya mau membawa barang yang kira-kira bisa dibawa ke kabin pesawat saja dan tidak perlu menunggu barang di conveyor bagasi bandara. Tak terasa, jam sudah menunjukkan pukul 1 siang. Saya bergegas keluar untuk jalan-jalan dengan busway menuju Tugu Monas. Kabarnya di Monas ada bus tingkat gratis untuk jalan-jalan keliling Jakarta. Menurut informasi petugas, tidak ada jalur langsung dari Mangga Dua ke Monas. Saya diminta naik busway kembali ke Stasiun Kota kemudian beralih ke jurusan Blok-M. Lebih dari 40 menit saya menunggu busway yang kosong ke arah Stasiun Kota, karena busway yang lewat selalu penuh. Sesampai di Stasiun Kota, antrian calon penumpang menuju Blok-M juga sudah padat. Saya perhatikan ada 2 pintu masuk dan ternyata pintu depan dikhususkan untuk penumpang wanita. Beruntung saya tanggap dan tidak antri berdesak-desakan di tempat wanita. Bisa-bisa saya diplototin oleh penumpang wanita karena takut dihipnotis atau dibuat relaksasi. Angkutan di Jakarta saat ini ternyata memang benar-benar berusaha melindungi wanita dari kejahatan. Sebentar.. Kejahatan siapa? Pria? Saya juga pria. Berarti.... :D bahkan di kaca busway tertempel juga stiker larangan. Salah satunya adalah "Bagi pria, dilarang menyingkap rok wanita" atau dengan kata lain, dilarang nakal di busway. Mungkin suatu saat jika ada pengaduan pria yang dilecehkan wanita, stiker di kaca tersebut akan bertambah dengan gambar kartun wanita mencekik pria. [caption id="attachment_316655" align="aligncenter" width="600" caption="Antrian Calon Penumpang Busway di Stasiun Kota - Dok.Pri"]

1395531053798278570

[/caption] [caption id="attachment_316654" align="aligncenter" width="600" caption="Larangan di Busway - Dok.Pri"]

139553089440861047

[/caption]

[caption id="attachment_316656" align="aligncenter" width="500" caption="Monas depan Gedung MK - Dok.Pri"]

13955314991999244369

[/caption] Kurang dari 15 menit, saya sudah sampai di Monas. Monas hari itu ramai karena ada acara panggung musik religi. Banyak orang berlalu lalang dan foto-foto bersama. Tampak juga pasangan muda-mudi yang sedang memadu kasih di antara pohon-pohon yang cukup rimbun dan hijau. Sedangkan beberapa keluar menggelar tikar dan makan bersama. Bus tingkat juga penuh penumpang dan rasanya saya tidak cukup energi untuk antri. Tidak terlalu lama di Monas, saya langsung menuju bus bandara untuk segera menuju Bandara Soeta agar jangan sampai tertinggal pesawat. Demikian akhir dari cerita perjalanan selama 4 hari di Jakarta, mulai dari kantor Google Indonesia hingga kembali lagi ke Surabaya. Ada beberapa potongan cerita yang mungkin bisa tuliskan berikutnya. Terimakasih. Tulisan sebelumnya:
  1. http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/03/11/google-indonesia-bukan-kantor-biasa-640613.html
  2. http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2014/03/12/google-indonesia-filosofi-di-balik-penamaan--640869.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline