Lihat ke Halaman Asli

Choiron

TERVERIFIKASI

Hidup seperti pohon. Menyerap sari makanan dan air dari mana saja, dan pada saatnya harus berbuah.

Air Mata Sang Pemuda

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14231906171321862920

Sore ini aku memang ingin sedikit relaks setelah seminggu penuh mengikuti pelatihan dan ini hari terakhir, aku dinyatakan lulus uji kompetensi oleh asesor yang mengujiku. Itu artinya aku harus mentraktir diri sendiri dengan hangout di cafe langgananku di Galaxy Mall.

Suasana kafe cukup sepi saat aku masuk. Mungkin karena Surabaya diguyur hujan sejak siang tadi, sehingga orang-orang tidak banyak orang yang berjalan-jalan di mall ataupun datang ke cafe. Seperti biasa, aku memilih no smoking are yang terletak di ujuang cafe dengan view jalan raya.

Tampak di seberang mejaku, Hendra -- seorang mahasiswa sebuah perguruan tinggi di dekat mall tersebut yang duduk membelakangi mejaku. Tidak biasanya dia datang dan duduk sendiri. Biasanya dia selalu mojok bersama Nina -- kekasihnya. Aku cukup mengenal mereka berdua karena sering bertemu mereka di sini. Sesekali kami bertegur sapa, hingga akhirnya kami sempat berbincang akrab bertiga, menikmati menu cafe. Tetapi kali ini Hendra duduk tanpa Nina. Rasanya aneh saja. Sama anehnya dengan diriku yang menikmati suasana dalam kesendirian. Aku tersenyum menyadari keanehanku sendiri.

Setelah aku duduk, Andri -- waitress cafe tersebut melangkah menghampiri. "Menu seperti biasa Pak?"

"Iya seperti biasa. Eh tambah croissant isi kornetnya 2 ya Mbak. Sore ini lapar bingits nih," jawabku akrab.

"Emang Bapak baru lari-lari di mana kok laper pakek bingits?"Tanya Andri sambil tersenyum.

"Habis ujian Ndri. Dua hari persiapan ujian sampai lungset begini."

"Baik Pak. Siap dikirim ghak pakek lama." Andri membalikkan badan dan berjalan menuju bagian konter pemesanan.

Andri cukup hafal menu pesananku. Segelas cold cappucino, sebotol air mineral dan spagetti. Menu ala Italiano yang rasanya sudah nyaman di lidah Indonesiaku. Dia memang tipe gadis yang mudah akrab dengan siapapun. Dia juga tipe gadis yang punya cita-cita. Sudah 2 tahun ini katanya dia berusaha untuk menabung agar bisa membayar uang masuk kuliah.

Sambil menunggu aku memperhatikan Hendra yang masih duduk menyendiri. Beberapa kali dia memegang kepalanya. Gesturenya menunjukkan dia begitu resah. Apakah masalahnya begitu berat, sampai-sampai dia menangis. Apakah karena Nina? Ah ya pasti. Aku sudah biasa bertemu dengan anak muda yang galau karena cinta. Judulnya pasti tidak lepas dari konflik, marah-marahan, perasaan terluka, cemburu,  penghianatan dan sejenisnya. Andai benar Hendra ada masalah dengan Nina, aku juga tidak ingin mencampuri urusan mereka. Prinsipnya, "Jangan memberi saran pada orang yang tidak memintanya."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline