Lihat ke Halaman Asli

Chofifatus Azzahra

Universitas Airlangga

Pentingnya Edukasi Mengenai Bahaya Pernikahan Dini

Diperbarui: 31 Mei 2023   11:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Undang-undang No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan yang menyebutkan bahwa anak dianggap remaja bila sudah cukup matang untuk menikah yaitu pada usia 16 tahun untuk anak perempuan dan 19 tahun untuk anak laki-laki. Tetapi peraturan tersebut diubah menjadi undang-undang No. 16 tahun 2019 yang mengatur bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun. Pernikahan dini terjadi jika pernikahan dilaksanakan pada usia yang melanggar aturan undang-undang perkawinan yaitu pria dan wanita kurang dari 19 tahun. Meskipun peraturan tersebut sudah diberlakukan, kasus perkawinan anak di Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan. Dari data pengadilan agama atas permohonan dispensasi perkawinan usia anak, pada tahun 2021 tercatat 65 ribu kasus dan tahun 2022 tercatat 55 ribu pengajuan.

 Kasus pernikahan dini di Indonesia lebih banyak disebabkan oleh faktor pemohon perempuan yang sudah hamil terlebih dahulu dan faktor dari orang tua yang menginginkan anak mereka segera menikah karena sudah dijodohkan. Terdapat beberapa masalah yang melatarbelakangi tingginya pernikahan dini seperti: kesulitan memenuhi biaya hidup yang rentan atau tidak memiliki kapasitas pengasuan yang baik; anak tidak mendapat dukungan positif dari keluarga, komunitas, dan kelompok sebaya yang kemudian menemukan dukungan positif dari pacar, anak tidak memiliki kemampuan untuk menimbang resiko pernikahan dini; banyak anak muda yang memandang pernikahan dini sebagai cara untuk menikmati masa remaja; dan juga dorongan dari orang tua untuk menjodohkan anak mereka dengan harapan mereka akan Bahagia serta terbebas dari kemiskinan.

Tingginya angka pernikahan dini adalah salah satu ancaman tidak terwujudnya hak-hak dasar anak. Pernikahan dini banyak menimbulkan dampak-dampak negatif bagi anak karena pemikirannya masih labil dan emosionalnya belum bisa terkontrol. Jika perkawinan usia dini tidak segera dihentikan akan berdampak pada fisik maupun pisikis anak. Dampak fisik yang ditimbulkan dari pernikahan dini seperti: KDRT (kekerasan dalam rumah tangga), hubungan seksual yang dilakukan di usia dini dapat memicu kerusakan organ intim maupun hilangnya kemampuan organsme dan kemampuan ovulasi/hamil di jangka panjang. Sedangkan dampak pisikisnya seperti: emosi yang tidak berkembang secara matang, kepribadiannya cenderung tertutup dan mudah marah, menyebabkan gangguan kognitif seperti tidak berani mengambil keputusan dan kesulitan dalam memecahkan masalah, rawan mengalami gangguan mental pasca melahirkan seperti depresi (baby blue syndrome). Pernikahan dini tidak hanya menimbulkan dampak fisik dan pisikis bagi anak, tetapi juga dapat memperparah angka kemiskinan, stunting, putus sekolah hingga ancaman kanker serviks/ kanker rahim pada anak.

Tingginya pernikahan usia dini dan banyaknya bahaya yang diperoleh dari pernikahan dini, maka perlu dilakukan upaya yang lebih efektif untuk mencegah dan menangani kasus pernikahan dini di Indonesia, sehingga pernikahan usia dini pada anak dapat dicegah. Langkah yang dapat dilakukan untuk mengurangi kasus pernikahan usia dini dengan cara meningkatkan edukasi tentang bahaya dan dampak-dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini, edukasi tentang pentingnya pendidikan dan perlindungan anak khususnya bagi perempuan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan program-program sosialisasi kepada masyarakat melalui media masa, pendidikan formal, maupun pendidikan non-formal. Selain itu, kita juga bisa mengajak partisipasi aktif dari masyarakat untuk mengedukasi keluarga atau komunitas mengeni dampak-dampak yang ditimbulkan dari pernikahan dini. Hal ini dapat dilakukan melalui kampanye-kampanye Gerakan sosial dan aksi nyata di tingkat lokal untuk mempromosikan perlindungan anak dan membangun kesadaran masyarakat tentang bahayanya pernikahan dini.

Pemerintah juga harus berperan aktif untuk mengurangi angka pernikahan usia dini di Indonesia. Hal itu dapat dilakukan dengan cara, bertindak secara tegas dengan memperkuat sistem pengawasan dan sanksi terhadap praktik pernikahan di bawah umur. Pemerintah dan lembaga terkait juga harus terus mengebangkan sistem perlindungna dan rehabilitasi bagi anak-anak yang terkena dampak pernikahan di bawah umur. Hal itu dapat dilakukan dengan cara, mempermudah akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan, pengawasan terhadap kesejahteraan anak, serta dukungan untuk pengembangan ketrampilan dan kemempuan anak untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Pernikahan anak di usia dini adalah masalah yang begitu kompleks dan memerlukan kerjasama dari berbagai pihak untuk mengatasi masalah tersebut. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya yang terintegrasi dan berkelanjutan dari pemerintah, lembaga masyarakat setempat, dan masyarakat luas untuk menciptakan lingkungan yang aman. Selain itu, untuk mencegah praktik pernikahan usia dini pada anak di Indonesia, hukum perdata harus menjadi alat untuk memperkuat perlindungan dan hak-hak anak, dan bukan untuk membenarkan praktik pernikahan yang melanggar hak-hak tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline