Lihat ke Halaman Asli

Detik

Diperbarui: 26 Juni 2015   08:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ada sesuatu yang terus bergerak di ujung sana, di pojok sana. Berdiri dengan angkuhnya, meski pada kenyataannya cuma ditopang empat sisi balok kayu jati berukiran kuno - yang sekarang sedang memandangiku - puas.

Aku memang masih orang yang membenci kestagnanan, namun sekaligus merutuk perubahan, pergerakan. Mengutukmu! Hai kau yang sedang memandangku puas dari pojok sana !

Tapi mau tidak mau aku harus memandangimu atau kalau bisa memelototimu kali ini, kali sebelumnya, kali - kali yang lampau, kali - kali seterusnya. Dua tentakel menjijikkanmu - yang kini sudah menunjuk pada angka delapan di pendeknya, dan sebelas di panjangnya - harus kuakui sedang membuatku resah.

Lima menit lagi akan datang - yang berarti kau harus bergerak tiga ratus kali banyaknya lagi ke kanan dan ke kiri - kembali menguapkan lagi satu pertanyaan yang sedari tadi terus saja aku sangkal. Akankah dia jadi datang ?

Dan dengan terpaksa - dipandu alam bawah sadarku yang entah bermuara ke arah mana : inilah aku - yang sedang memelototimu mulai dari tadi - dengan segerombol rasa yang semakin membuat dadaku terasa sesak.

Dia sudah berjanji padaku, oke, lebih tepatnya dia hanya bilang. Ya..dia hanya bilang bahwa dia akan datang. Tapi bagaimana bisa aku bedakan itu. Otakku percaya bahwa hal itu memang berbeda, tetapi hatiku tidak. Kata - katanya kini sudah terpatri dalam kepalaku sebagai sebuah pengharapan - yang kuharuskan terjadi. Dia harus datang. Aku mengharapkan dia datang.

Akankah dia jadi datang ?

Sial! Pertanyaan itu masih tetap saja terngiang dalam kepalaku - dan ini sudah seratus tiga kalinya kau bergerak.

Aku menunggu. Aku berharap dia datang. Dia harus datang. Meskipun dalam dentang yang sama aku juga mengharapkan sesuatu terjadi. Aku mengharapkan hujan bisa datang setidaknya gerimis, atau banjir, atau macet, atau teleponnya, atau nada buru - burunya. Aku mengharapkan sesuatu terjadi, sehingga aku mungkin masih bisa memahami, bahwa ternyata ada alasan ketidakdatangannya hingga detik ini.

Tapi kutengok sekitar. Sebentar. Tidak ada hal yang kuharapkan terjadi. Bahkan dia tidak meneleponku atau mengabariku sejak dua jam tadi perihal kedatangannya. Dia hanya bilang akan datang. Dan sekarang aku mulai mempertanyakan. Semua ini, kau yang terus bergerak. Akankah dia jadi datang ?

Seratus lima puluh satu kalinya kau bergerak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline