Beberapa waktu lalu kita melihat adanya peristiwa yang mengagetkan banyak orang yaitu pembubaran Jamaah Islamiyah (JI). JI yang mengambil al Qaeda sebagai acuan gerakan mereka, sangat punya banyak murid yang bersumpah setia pada gerakan itu dan mau berbuat apa saja untuk mencapai cita-cita organisasi. JI sendiri punya cita-cita yang sama dengan Negara Islam Indonesia (NII) yang didirikan oleh Kartosuwiryo. Sampai sekarang keinginan untuk mendirikan kekhilafahan besar dan kuat di Indoensia dan setidaknya di Asis Tenagggara tidak lepas dari mereka.
Murid-murid JI dikenal amat konsisten dengan perjuangan mereka. Selain konsisten, mereka juga terlatih alias terbiasa dalam suasana perang atau menyediakan logistik untuk teror. Ini memungkinkan karena sebagian murid sering pergi ke Pakistan untuk menuju Afganistan dimana sekitar era 90 -an sering terjadi konflik bersenjata. Sebagian juga sering pergi ke Filipina untuk bergabung dengan gerakan separatis di Filipina selatan. Karena itu mereka amat piawai dalam merakit bom.
Di Indonesia sendiri pada era 2000 sampai setidaknya 2008, mereka selalu melakukan aksi terorisme setiap tahun dan dalam setahun bisa terjadi di beberapa tempat. Seperti bom malam natal pada tahun 2000 yang terjadi serentak di tujuh gereja di Jakarta, empat gereja di Batam, dua di Pekanbaru, satu di Pangandaran, dua di Bandung, empat di Mojokerto dan tiga di Mataram Lombok.
Selang dua tahun kemudian, bomn Bali pertama terjadi di Bali dan menewaskan 202 orang dan 200 lainnya terluka dan cacat. Tahun 2005 ada bom Bali 2, di tahun 2002 ada bom di kedutaan Australia dan Filipina, Lalu ada bom JW Marriot pada tahun 2003. Tahun 2008-2009, JW Marriot dan Ritz Carlston kembali di bom lagi.
Intensitas aksi teror yang dilakukan oleh JI itu satu sisi membuat citra Indonesia terpuruk sebagai negara yang tidak aman, disisi lain aparat mulai bisa memetakan dan mengantisipasi bom-bom yang sudah meledak dan memprediksi bom yang sedang dibuat melalui kekaring mereka termasuk yang sudah tertangkap. Ini juga yang membuat para tokoh JI banyak yang tertangkap selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini.
Abu Rusydan and 15 pemimpin Jemaah Islamiyah menyatakan pembubaran kelompoknya dalam sebuah acara yang diselenggarakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akhir bulan lalu. Kerja keras pemerintah harus kita apresiasi dengan empat jempol.
Persoalannya adalah mereka yang yang berikrar setia pada Pancasila dan UUD 1945 memang sudah berumur 50 tahun ke atas. Kita tidak bisa memperkirakan para milenials dan generasi Z yang bersimpati dengan JI. Media sosial dan aneka informasi yang bisa mereka peroleh dari internet, memungkinkan generasi muda mengupgrede pengetahuan mereka soal terorisme. Ini yang harus kita waspadai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H