Sekitar 30 tahun lalu, ketika industri televisi mulai berkembang pesat, kita bisa mendapati acara-acara yang dikemas sedemikian rupa sehingga menarik. Ketika lagu-lagu diputar, sang artis hanya meliuk-liuk sekadarnya. Tidak heboh. Mungkin karena orang terkonsentrasi pada lirik dan melodi lagu.
Lalu kita mendapati music yang lebih cepat dan koreografi yang memukau. Jaman itu karya kreografi Guruh Soekarnoputra amat dikagumi. Karena begitu menarik.
Tahun berjalan dan masa berganti. Tetiba kita mendapati suatu masa di mana segala sesuatu harus terlihat menonjol, kuat dan menggoda. Orang tak akan tertarik jika terlihat biasa-biasa saja. Koreografi harus mengenakan baju seatraktif mungkin. Bisa jadi baju itu menjadi pemandangan yang mengganggu bagi sebagian orang.
Narasipun begitu . Iklan-iklan dibuat sedemikian rupa sehingga terlihat menarik secara visual dan kata-katanya terkesan. Narasi umum dan narasi politik menjadi hal yang harus lebih diperhatikan karena dampaknya sangat massif terlebih pada era media sosial seperti sekarang ini. Narasi bersifat strategis karena dirancang untuk mendapat respon pihak sasaran (obyek).
Narasi seringkali tidak muncul secara spontan. apalgi di sosial media. Dia dibangun atau diperkuat secara sengaja di luar ide dan pemikiran yang ada saat ini. Diperkuat untuk bisa atau mampu mempengaruhi. Narasi seringkali mengekspresikan identitas dan keterkaitan orang terhadap sesuatu.
Selama dua tahun ini masyarakat dijejali oleh narasi. Tak jarang narasi itu adalah alat untuk mempengaruhi orang. Narasi seperti halnya kampanye terdiri dari tiga jenis. Pertama narasi posited (positive campaign) berisi narasi positif yang memberi pengetahuan bagi orang lain tanpa menyinggung pihak lain. Dalam katagori ini termasuk dalam pencitraan, branding dan lain-lain.
Jenis kedua adalah negative campaign atau narasi negative. Ini adalah narasi yang menyinggung pihak lain untuk meremehkan kredibilitas obyek. Termasuk dalam katagori ini adalah narasi menyudutkan, meremehkan kemampuan lawan dll. Jika narasi negative terus menerus dilakukan, maka sang obyek akan mengalami kejatuhan atau setidaknya popularitasnya merosot di mata rakyat yang termakan narasi negative. Narasi jenis ini paling banyak ditemukan di kalangan masyarakat.
Ketiga adalah black campaign. Atau disebut kampanye hitam atau narasi hitam. Ini adalah narasi paling jahat yang bisa kita temukan di masyarakat.Isinya ? Fitnah dan data yang diolah sedemikian rupa dan bersifat provokatif. Seringkali berbentuk hoax (narasi tipuan) yang sering memperdaya masyarakat untuk pecaya. Black campaign dilakukan sebagai senjata untuk mempengaruhi opini public. Selanjutnya dipercaya oleh masyarakat. Narasi hitam bisa membuat masyarakat saling bertikai satu sama lain alias beradu domba. Jadi hindarilah.
Zaman terus berjalan dan kita harus peka dengan segala perkembangan yang ada. Seperti ilustrasi di atas bahwa koreografipun berkembang sedemikian rupa menjadi berbeda dari bentuk awal. Sama dengan narasi dan perkembangan bangsa kita. Narasi bisa menjadi negatif atau menjadi narasi hitam seiring dengan perkembangan masa. Karena itu kita harus peka, skeptic dan kritis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H