Lihat ke Halaman Asli

Delapan Belas Hari Berujung Sendu

Diperbarui: 4 Maret 2020   19:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Teeeeeeeet, bel tanda pulang sekolah berbunyi. Aku langsung keluar kelas dan menuju ke kelas Cinta. Seperti biasa, kami selalu pulang bersama."Putri, tunggu!" teriak Cinta dari dalam kelasnya. Kawanku yang satu ini memang agak aneh. Ia selalu mengajakku pulang ke rumah berbeda. "Eh, tunggu Dara dulu ya, dia lagi apel" kata Cinta. "Iya deh, Cinta" jawabku.

Kami memutuskan menunggu Dara di meja piket. Disana aku melihat Kak Dika dan Kak Egi. Mereka adalah senior dari salah satu ekskul di sekolah kami. Tapi, hey! Aku melihat Kak Egi sedang memperhatikan Cinta. "Cinta, ada yang lagi ngeliatin kamu" bisikku kepada Cinta. Cinta mengangkat salah satu alisnya yang berarti "Siapa?". "Tuh, Kak Egi" jawabku lirih sambil memasang bibir manyun ke arah Kak Egi. Cinta mengalihkan pandangannya ke arah Kak Egi. Dan, ada yang SalTing alias "Salah Tingkah". "Ahayyyy, kayaknya sahabatku lagi di taksir sama kaka kelas nih" gumamku. Aku terkekeh "Ckckck" kata Cinta. Aku member kode pada Kak Dika, beruntung ia lansung mengerti. Lalu Kak Dika membisikkan sesuatu pada Kak Egi. "Dorrr!" Dara mengejutkan kami dari belakang. Ternyata apelnya sudah selesai. "Udah selesai?" tanyaku. "Udah lah" jawab Dara.

Aku, Cinta, dan Dara berjalan ke arah parkiran. Kak Dika dan Kak Egi mengikuti dari belakang. Cinta dan Dara terus ke parkiran, sementara aku menunggu di gerbang bagian dalam. "Dek, siapa nama temannya yang pake tas pink tadi?" Tanya Kak Egi padaku. "Oh, yang itu namanya Cinta kak, kenapa?naksir ya?" kataku sambil menggoda Kak Egi. Ia tersenyum, "Punya nomornya gak, dek?". "Ada, tapi gak hafal Kak besok aja yaa" jawabku. Cinta datang dengan mengendarai motornya, "Duluan yaa" katanya. Setelah Cinta pulang, barulah Kak Egi pulang. Yang tersisa hanya aku dan Kak Dika. "Kak Dika, pulang yuk" ajakku. "Ayo deh" jawabnya. Kami berjalan beriringan. Ya, rumah kami memang berdekatan.

*Keesokan Paginya*

"Assalamualaikum Cinta" teriakku sambil menghampiri Cinta ke kelas X-6 "Apa sih, Put?! Heboh banget kayanya" tanyanya dengan wajah yang bingung. "Kak Egi minta nomor kamu kemarin, kamu mau ngasih gak?" ujarku. "Kak Egi minta nomor aku?kapan ya?" katanya dengan nada yang heran dan seperti tidak percaya. "Kemarin, waktu kamu sama Dara lagi di parkiran ngambil motor" aku menjawab. Cinta berpikir sejenak, "Yaudah, kasih aja" katanya menyetujui. Cinta langsung menuliskan nomor hapenya di secarik kertas. "Nih nomornya" kata Cinta sambil memberikan secarik kertas tadi. Aku tersenyum.

Setelah kertas itu berada di genggamanku, langsung aku mencari Kak Egi. Dan, ketemu! "Kak Egi" aku memanggilnya dengan suara yang cukup keras. Dia menoleh ke arahku, aku menghampirinya. "Nih nomornya kak" kataku sambil memberikan secarik kertas yang ku pegang. "Cepet banget dapetnya, dek" kata Kak Uya keheranan. "Hebat kan!hehe" ucapku sejadinya sambil mengedipkan mata. "Udah kan? Aku langsung balik ke kelas ya dek" kata Kak Egi. Aku hanya tersenyum.

Hari terus berganti. Aku merasa ada sesuatu yang aneh. Sepertinya Cinta dan Kak Egi semakin lengket. Mereka juga sering terlihat jalan bersama. Di sebuah kesempatan, aku menanyakan hal itu pada Cinta. "Cinta, kayaknya akhir-akhir ini ada yang beda deh" kataku. Raut wajahnya berunah, seperti seseorang yang sedang ketakutan dan merasa terdesak karena rahasianya mulai diketahui. "Kenapa, Put? Apanya yang beda?" Tanya Cinta pura-pura tidak tahu. "Hayo ngaku, pasti kamu dan Kak Egi ada apa-apanya nih. Makin hari makin nempel aja" ucapku asal. Cinta tidak berkomentar. Tetapi selang beberapa saat, ia mengakuinya.

Di hari Selasa pagi yang tidak terlalu cerah, Cinta datang mengatakan hal yang dapat membuat jantungku lepas dari kedudukannya. "Put, aku pengen putus" ujar Cinta memulai pembincaraan. "Hah.. putus? Gara-gara apa?" tanyaku dengan mata yang membelalak. "Aku gak tau kenapa, Put. Tapi aku ngerasa ada sesuatu yang bikin aku gak nyaman" kata Cinta sedih.

Pagi-pagi sekali aku datang ke sekolah dan segera mencari Cinta, sahabatku yang sekarang lagi aneh. Aku ingin menyampaikan pesan dari Kak Egi. "Cinta, ada yang mau aku kasih tau" kataku. "Tentang apa, Put?penting gak?kalo gak penting atau tentang Kak Egi mending gausah deh" Ucapnya seolah-olah tidak peduli. "Ini tentang Kak Egi dan ini penting!" ujarku dengan nada yang agak sedikit menyentak "Aku Cuma mau ngasih tau permintaan terakhir dia, itu aja" lanjutku. Cinta membisu, lalu dia meninggalkanku. "Heii! Apa yang terjadi dengan anak itu?! Aku benar-benar tidak mengerti. Tingkah lakunya, aneh"

Sepulang sekolah aku berdiri di suatu tempat, memperhatikan sesuatu yang akan terjadi dari kejauhan. Aku melihat Kak Egi, dan Kak Egi juga melihatku. Aku mengarahkan jariku ke salah satu arah, memberitahu kalau Cinta akan keluar. Kak Egi bersembunyi "Cinta" ia memanggil dari arah belakang. Cinta menoleh ke belakang, dan ia mendapati Kak Egi yang tadi memanggilnya. Selepas dari hari itu, aku melihat dua makhluk Tuhan yang baru saja terpisah menjalani harinya masing-masing. Tapi aku lebih memperhatikan Kak Egi, ia tampak murung. Kasihan Kak Egi. Benar-benar delapan belas hari yang berakhir dengan sendu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline