Lihat ke Halaman Asli

Bencana Alam Bukan Panggung Politik

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Memasuki tahun 2014 bangsa Indonesia langsung dihadapkan pada cobaan tidak mudah. Bencana alam datang bersamaan tanpa henti mulai dari banjir di Jabodetabek dan Jawa Tengah, letusan Gunung Sinabung di Medan, Sumatera Utara, hingga banjir bandang di Manado, Sulawesi Utara.

Di balik rangkaian bencana alam tersebut ternyata tersimpan satu hal miris. Dalam konteks Indonesia, terutama jelang pemilihan umum, bencana alam tidak cuma menimbulkan efek negatif berupa terganggunya kegiatan rutinitas sehari-hari dan kejatuhan korban jiwa, tapi juga telah dimanfaatkan sebagai panggung politik oleh para elite untuk kepentingan jangka pendek mereka.

Tudingan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang dinilai tidak memiliki empati karena meluncurkan buku “Selalu Ada Pilihan” di tengah kondisi seperti saat ini merupakan contoh dari penggunaan peristiwa bencana alam sebagai panggung politik para elite. Tudingan itu dilancarkan terutama oleh lawan-lawan politik Presiden SBY di parlemen.

Seakan hendak mematahkan tudingan-tudingan itu Presiden SBY pun mengambil sejumlah langkah strategis. Pertama, mengunjungi pos pengungsian Kodim 0604/Karawang, di Kompleks Karawang Hijau, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, Selasa (21/1) lalu. Bantuan logistik sebesar Rp 1 Miliar juga digelontorkan oleh pemerintah pusat untuk penanggulangan bencana banjir di daerah tersebut.

Kedua, Presiden SBY membatalkan agenda kunjungan Davos, Swiss, untuk menerima penghargaan dari World Economic Forum (WEF). Langkah itu diambil atas pertimbangan untuk lebih memprioritaskan kunjungan ke daerah bencana Gunung Sinabung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Dengan tetap berada di dalam negeri Presiden SBY ingin memastikan penanganan bencana di sejumlah daerah berjalan baik.

Khusus penanganan dampak erupsi Gunung Sinabung, Presiden SBY telah membuat tujuh kebijakan. Tujuh kebijakan itu dikeluarkan pada Jumat (24/1), setelah turun langsung ke posko pengungsi di Kabupaten Karo, Sumatera Utara.

Adapun tujuh kebijakan Presiden SBY terrsebut adalah pertama, pemerintah telah dan sedang membantu pengadaan kebutuhan pokok, seperti makanan, kesehatan, dan logistik lain. Kedua, Presiden SBY mengistruksikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk memperhatikan anak-anak pengungsi yang terancam tidak bisa melanjutkan sekolah. Ketiga, keluarga yang mengalami kehilangan pekerjaan dibantu pemerintah melalui program cash for work untuk membantu menstimulasi mereka agar dapat bekerja atau berkreasi di tempat penampungan sementara. Keempat, pemerintah mengalokasikan dana miliaran rupiah untuk mengatasi kerusakan-kerusakan akibat erupsi Guning sinabung. Kelima, bagi pemilik pinjaman di bank dan tidak mampu mengembalikan pinjaman akan dilakukan penjadwalan utang dan pemberian keringanan pembebasan bunga utang. Keenam, merelokasi 1000 kepala keluarga yang tinggal dalam radius 3 km dari Gunung Sinabung ke tempat lebih aman. Ketujuh, oleh karena penanganan dan penanggulangan korban erupsi Gunung Sinabung melibatkan berbagai pihak instansi pemerintah dengan tanggung jawab besar, maka pemerintah menunjuk Kepala BNPB untuk memimpin  koordinasi.

Realitas di atas mematahkan tudingan sejumlah pihak bila Presiden SBY tidak memiliki perhatian dan empati terhadap korban bencana alam di berbagai daerah di Indonesia. Manuver para elite politik untuk menjadikan peristiwa bencana alam sebagai panggung politik sungguh tidak elok dan mengabaikan etika politik. Selain itu, menung­gangi bencana alam untuk kepentingan jangka pendek para elite politik hanya akan menambah kesedihan korban di lokasi-lokasi pengungsian.

Di saat mereka berpikir keras untuk mampu bertahan hidup di tengah bencana, para elite politik itu justru memanfaatkan kondisi penuh keprihatinan tersebut untuk menuai simpati dan dukungan elektoral pemilih di pemilu kelak.

Lebih dari itu, menjadikan bencana alam sebagai panggung politik merupakan ironi besar dari sebuah kontestasi untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan. Masih ada isu-isu lain yang jauh lebih elok dan strategis untuk dijadikan sebagai panggung politik dalam menarik simpati publik selain isu bencana alam




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline