Lihat ke Halaman Asli

Jangan Pandang Sebelah Mata Peran Wakil Presiden

Diperbarui: 9 Agustus 2018   13:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

ilustrasi (Didie SW / Kompas)

Tanggal 09 April 2014 yang lalu negara kita menggelar pesta demokrasi yaitu pemilihan umum tiap 5 tahun sekali, pemilu yang memilih anggota legislatif baik DPRD tingkat 1, tingkat 2 dan DPR RI diikuti oleh 12 partai politik nasional dan 3 partai politik lokal Aceh.

Dalam pemilu tersebut, berbagai lembaga survey hampir semuanya sama dalam mengeluarkan hasil perhitungan cepatnya terhadap perolehan suara para peserta partai politik yaitu diurutan pertama PDIP dengan 19%, kemudian diposisi kedua Partai Golkar dengan suara 14,3%, lalu Partai Gerindra 11,8% dan lain sebagainya.

Hasil perolehan suara ini tentu sebagai modal untuk di pemilihan presiden yang akan digelar pada 09 Juli 2014, karena syarat untuk bisa mengajukan calon presiden dan wakil presiden yaitu 25 persen suara sah nasional dan 20 persen jumlah kursi DPR, dengan melihat hasil quick count dari berbagai lembaga survey tersebut tidak ada satu pun partai politik yang memenuhi syarat tersebut, sehingga perlu kiranya para partai politik tersebut untuk berkoalisi supaya bisa mengajukan capres dan cawapresnya.

Mungkin kita sudah banyak membaca berita diberbagai media massa, wacana calon presiden saat ini didominasi oleh ketiga partai pemenang pemilu tersebut, PDIP dengan Joko Widodo sebagai Capresnya, lalu dari Golkar yaitu Aburizal Bakrie tetapi sepertinya dia akan legowo menjadi calon wakil presiden, kemudian Partai Gerindra mengajukan Prabowo untuk maju dalam bursa pencapresan.

Namun demikian, dari ketiga nama bakal capres tersebut, masyarakat masih melihat figur cawapres yang akan diusung oleh masing-masing capres tersebut, karena peran dan figur wakil presiden tidak begitu saja dikesampingkan, di era demokrasi seperti sekarang ini pembagian peran dan kekuasaan antara presiden dan wakil presiden sangatlah penting dan saling melengkapi, dan hal tersebut sangat disorot oleh masyarakat, sehingga jangan sampai seorang capres salah memilih cawapresnya yang menjadikan rakyat tidak suka untuk memilihnya.

Kita bisa lihat pada kepemimpinan yang lalu-lalu, peran wakil presiden sangatlah tidak berjalan dengan baik, namun di era Pemerintahan SBY dari periode 2004-2009 bersama Jusuf Kalla, dan 2009-2014 bersama Boediono peran dan pembagian tugas Presiden dan Wakil Presiden berjalan dengan baik. 

Kita bisa lihat ketika Jusuf Kalla memimpin perundingan antara GAM dengan Pemerintahan Indonesia yang akhirnya berjalan dengan sukses, itu sebagian kecil saja, lalu Boediono yang berperan dalam mengelola perekonomian karena dia mantan Gubernur Bank Indonesia.

Disini terlihat bahwa pada pemerintahan SBY wakil presiden diberi tugas dan peran yang penting dan signifikan, sehingga wakil presiden bukan sekedar ban serep saja sebagai pemanis yang sewaktu-waktu dibutuhkan jika diperlukan, sehingga peran dan figur wakil presiden sangat diperlukan di era demokrasi ini. 

Jadi tidak salah ketika masyarakat saat ini menanti figur calon wakil presiden yang layak diduetkan dan saling mengisi dengan capresnya, artinya para capres jangan sampai salah memilih cawapresnya karena akan menurunkan elektabilitas capres tersebut.

Dan mungkin ini himbauan dari saya yang mengambil intisari dari video youtube yang diunggah Presiden SBY, yaitu agar kepada para capres yang potensial seperti Jokowi, Prabowo, Ical (kalau Jadi maju) untuk berpikir dengan matang siapa cawapres yang akan diusungnya, jangan sekedar bagi-bagi "kue" dengan patner koalisinya yang mengakibatkan rakyat jadi korbannya, koalisi harus tulus, jangan transaksional, karena siapapun yang terpilih nanti akan membawa amanat rakyat yang besar bukan amanat partai.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline