Lihat ke Halaman Asli

Tradisi Regenerasi yang Salah Kaprah

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ada hal yang menarik yang bisa kita cermati menjelang kongres PAN IV di pulau Dewata Bali mendatang. Yaitu, pertarungan memperebutkan Ketua Umum PAN periode 2015-20120, antara Hatta Rajasa sbg ketum sekarang dengan Amien Rais sbg ketua MPP PAN sekarang. kenapa saya katakan pertarungan antara Hatta dan Amien, padahal yang mencalonkan diri sebagai ketum adalah Hatta Rajasa dan Zulkilfli Hasan?

Ini jelas sekali terlihat dari adanya campur tangan Amin Rais . Selama ini Amien lebih banyak menjalin komunikasi dengan DPW dan DPD ketimbang Zulkilfli. Secara terbuka Amin menegaskan bahwa perlu adanya regenerasi baru dalam pemilihan ketum baru.

Wacana ketum PAN sebaiknya hanya satu periode, menjadi isu tersendiri dikalangan intern PAN dan menyebabkan suhu perpolitikan semakin memanas. Dan efek dari isu tersebut membuat intern PAN terbelah menjadi dua, yaitu ada yang sependapat dan ada yang menolak.

Jika kita lihat dari sejarah berdirinya PAN selama 16 tahun ini, memang setiap periode posisi ketum selalu berpindah tangan. Dimulai dari Amien Rais (1998-2005), Soetrisno Bachir (2005-2010) dan Hatta Rajasa (2010-sekarang). Selama 3 periode diatas bisa kita lihat bahwa selalu ada pergantian kepemimpinan di tubuh PAN. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah ada keharusan atau ada peraturan khusus yang mengharuskan ketum hanya 1 periode di PAN?

Tentunya tidak ada peraturan tentang itu, ini bisa kita lihat dari AD/ART PAN. Munculnya pendapat di Kalangan kader PAN yang berpendapat bahwa ketum hanya menjabat satu periode sebagai tradisi/kebiasaan kepemimpinan PAN adalah salah kaprah.

Menurut Sekjen PAN, Rusli Halim Fadli tradisi kepemimpinan di PAN hanya satu, yaitu fatsun kolektif kader yang terlembaga dalam AD/ART partai. Siapapun dan apapun posisinya tidak bisa memaksakan kehendak untuk keluar dari fatsun tersebut.

Bisa disimpulkan bahwa ketum satu periode bukanlah tradisi atau keteladanan tetapi sebatas isu temporer yang digembar-gemborkan untuk menjeggal calon incumbent pada kongres IV mendatang. Tentunya cara ini kurang bagus atau efisien dalam menentukan calon ketum selanjutnya bagi PAN.

Bagi kebanyakan orang tentunya sudah mengetahui dan mewajari akan tindak-tanduk Amien Rais dalam berpolitik. Dimana sikapnya dalam politik selalu berubah-ubah, kemarin bicara A, sekarang B dan besoknya C. Sikap Amien yang mengintervensi dengan isu murahan dan menentukan besannya Zulkilfli Hasan sebagai ketum baru adalah langkah yang kurang demokratis dan bisa dikatakan sebagai cara untuk melanggengkan dominasinya di PAN.

PAN sebagai partai menengah yang mulai bersinar dan lebih dikenal oleh masyarakat di pemilu 2014 lalu, jangan sampai mengalami degradasi atau mengalami kemunduran karena adanya camput tangan dari sesepuhnya. Saya percaya kader-kader PAN bisa menentukan mana pemimpin PAN yang baik untuk membawa perubahan yang Nyata bagi PAN dan bangsa Indonesia tanpa terpengaruh dari kepentingan individu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline