Lihat ke Halaman Asli

Umair, Si Peka yang Tiada Duanya

Diperbarui: 28 Maret 2019   13:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: pinterest.com

Nama dan Nasab 

Seorang sahabat Nabi  yang mulia. Yang  Allah  telah mempersaksikan keridhaan atasnya. Seorang lekaki yang lihai bersiasat, alim dalam agama, zuhud dalam dunia, wara' dalam segalanya. Beliaulah Umair ibn Sa'ad.

Ibnu al-Kalbi  menyebutkan bahwa nasabnya adalah Umair ibn Sa'ad ibn Syahid ibn Amr dari Suku Aus di Madinah. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyebutkan bawah beliau adalah Umair ibn Sa'ad ibn Ubaid. Sa'ad ibn Ubaid  juga merupakan salah satu dari sahabat Nabi Muhammad SAW. Beliau  ikut bersama Nabi SAW dalam Perang Badar dan perang-perang setelahnya. Beliau ikut dalam kafilah perang di Qadisiyah dan menemui kesyahidannya di sana. Para ulama Kuffah menyebutkan bawah Sa'ad ibn Ubaid merupakan salah satu sahabat yang ditugaskan untuk mengumpulkan al-Qur'an pada masa Nabi Muhammad SAW.

Tentang Saad ibn Ubaid, Abul Qasim ath-Thabarani  dalam al-Mu'jam al-`Ausath meriwayatkan sebuah atsar dari Anas beliau berkata: "Ada empat orang yang bekerja untuk mengumpulkan Al-Qur'an pada masa Nabi SAW.. Mereka adalah Ubai ibn Ka'ab, Zaid ibn Tsabit, Abu Zaid dan Mu'adz ibn Jabal." Abu Bakar ibn Shadaqah  berkata: "Abu Zaid adalah Sa'ad ibn Ubaid al-Qari' yang syahid di Qadisiyah. Beliau adalah ayah dari Umair ibn Sa'ad."[1]

Tugas mengumpulkan Al-Qur'an bukanlah tugas yang biasa. Rasulallah SAW. memilih orang-orang pilihan seperti sahabat yang mulia Abdullah ibn Mas'ud, Zaid ibn Tsabit, Muawiyah ibn Abi Syufyan, dan Ayah Umair adalah salah satunya.

Dengan demikian, tidak mengherankan jikalau Umair kecil tumbuh dalam ketaatan, sebab ia berasal dari nutfah orang tua yang mulia dengan tugas mulia.

Umair ibn Sa'ad  menemukan cahaya Islam semenjak ia masih belia, 10 tahun. Usia yang sama dengan orang pertama yang masuk Islam dari golongan beliau, Ali ibn Abi Thalib. Di usianya yang baru menginjak sepuluh tahun, dengan kebersihan hati, kejernihan pikiran dan kesucian fitrah, ia memutuskan untuk mengambil sebuah sikap yang biasa diambil orang dewasa; menjadi muslim atau kafir.

Tentu, kejernihan hati dan pikiran ini tidak lepas dari tempat pendidikannya. Ia dididik oleh sang ayah yang mulia. Fitrahnya dijaga sembari disirami setiap hari dengan percik-percik keimanan. Rasulallah n bersabda:

Semua anak Adam dilahirkan dalam kesucian fitrah. Maka kedua orang tuanya yang menjadikan anak tersebut Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari dan Muslim)

Ditinggal wafat sang ayah

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline