Dalam segala lini kehidupan apapun, peran seorang wanita tak perlu diragukan lagi keberadaanya. Segala intervensinya banyak memberikan dampak terhadap adanya perubahan. Jadi pada setiap event apapun wanita sangat perlu dilibatkan dalam perkembangan dan pemanfaatannya.
Contohnya dalam mensukseskan program literasi digital pun menjadi sangat penting. Karena dari tangan wanita-wanita hebatlah keberhasilan dalam mendidik anak-anak sebagai generasi penerus bangsa digantungkan.
Harjono berpendapat bahwa literasi digital merupakan perpaduan dari keterampilan teknologi informasi dan komunikasi, berpikir kritis, keterampilan bekerja sama (kolaborasi), dan kesadaran sosial.
Kerangka kerja Eshet Alkalai dan Chajut terdiri dari serangkaian keterampilan diantaranya adalah literasi foto visual (kemampuan untuk bekerja secara efektif dengan lingkungan digital, seperti antarmuka pengguna, yang menggunakan komunikasi grafis).
Yang kedua adalah literasi reproduksi (kemampuan untuk membuat karya tulis dan karya seni yang otentik, bermakna dengan mereproduksi dan memanipulasi teks digital, visual, dan potongan audio yang sudah ada sebelumnya. Selanjutnya adalah literasi cabang (untuk membangun pengetahuan dengan navigasi nonlinier melalui domain pengetahuan, seperti di Internet dan lingkungan hypermedia lainnya).
Terakhir yaitu literasi informasi (kemampuan untuk mengkonsumsi informasi secara kritis dan memilah informasi yang salah dan masih tergolong bias).
Pada realitanya kesenjangan gender di bidang digital masih cukup signifikan di Indonesia.
Meskipun statemen akan adanya kesetaraan gender sudah sangat sering diungkapkan dan diimplementasikan dalam segala sector kehidupan bermasyarakat, namun berdasarkan penelitian rata-rata hanya 20% perempuan Indonesia memiliki akses internet, dan di antara mereka hanya 26% yang mengutarakan pendapat secara daring untuk mencari informasi yang kritis mengenai hak perempuan dan hanya 5% dari jumlah tersebut yang menggunakan internet untuk mengekspresikan pandangannya guna mendapatkan informasi di website sebagai penunjang mendapatkan hak kesetaraan.
Terlebih golongan para ibu rumah tangga yang hampir separuh waktunya mayoritas hanya berfokus untuk mengabdikan diri pada keluarga tercinta. Sehingga banyak dari mereka merasa kewalahan dalam melakukan pengawasan dan pengontrolan terhadap anak-anaknya serta penguasaan diiera yang serba digital.
Hal ini dikarenakan adaptasi pengaruh akan adanya perubahan serta perkembangan teknologi informasi pada anak-anak dipandang lebih cepat dan dinamis.