Bangun tidur, berktifitas, tidur lagi. Hari baru, bangun tidur, beraktifitas, tidur lagi. Pagi ke pagi, malam ke malam. Kemarin ke hari ini, hari ini ke besok. Tahun baru lagi, kalender baru lagi. Generasi baru lagi, hidup baru lagi. Lagi, lagi, lagi.. Gila? Tidak.
Si manusia, bersama hewan dan tumbuhan, jagat raya, semesta, semestanya semesta, semesta semestanya semesta dihitung waktu. Kau menghitung waktu? Yahaa, waktu yang menghitung, bukan aku dan bukan juga kau.
Cikicik kicik.. segerombolan amubanya tata surya sedang sibuk sana- sini. Hihi lucu.
Cikicik kicik.. bimasakti sedang tertawa menonton segerombolan amubanya menonton amubanya.
Cikicik kicik.. semesta raya sontak tergelak menyaksikan segerombolan amubanya menonton amubanya yang tertawa melihat sibuknya amubanya yang sedang sibuk sana- sini. Bahkan lucunya mereka tertawa sambil ngeker lewat lubang mikroskopnya masing- masing. Sang Ayah geleng- geleng kepala lihat anaknya terkikik sambil nungging ngintip lensa okuler.
Seekor (atau mungkin sebuah) amuba bahkan tak dapat menjelajahi semestanya; ruang yang tak tergapai dan waktu yang tak cukup sebatas umur. Jangan tanya lagi bagaimana dengan semestanya semesta.
Ah, semesta saja tidak dapat melihat amuba di luar meja mikroskop, apalagi amubanya amuba.
Iya, benar, sama- sama tak dapat mencapai.
Yasudah, sibuk sendiri di dalam semestanya masing- masing. Bisa apa lagi?
Oh, tidak.. Aku sedang ditertawai semesta -__-"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H