Penyakit TB paru atau Tuberculosis disebabkan oleh Bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang biasanya menyerang paru-paru. Penyakit ini dapat diobati dan dicegah. Tuberculosis dapat menyebar melalui udara atau droplet. Seseorang dengan Tuberculosis aktif memiliki gejala ringan seperti batuk, demam, berkeringat pada malam hari atau penurunan berat badan. Gejala umum Tuberculosis seperti berkeringat pada malam hari , nyeri dada, kelelahan, penurunan berat badan, demam dan batuk berdahak dan terkadang batuk bercampur darah (WHO, 2022).
Penyakit TB paru hingga saat ini masih menjadi salah satu penyakit yang banyak di derita oleh masyarakat. Infeksi TB Paru telah menyerang sekitar 25% dari populasi dunia. Hal ini menunjukkan bahwa banyak orang telah terinfeksi tetapi tidak mengalami gejala penyakit dan tidak menularkan. Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2021 jumlah orang terdiagnosis Tuberculosis secara dunia sebanyak 10,6 juta kasus. Pada tahun 2020 jumlah kasus Tuberculosis naik sekitar 600.000 kasus serta diperkirakan 10 juta kasus TBC. Dari 10,6 juta kasus tersebut, terdapat 6,4 juta (60,3%) orang yang telah dilaporkan dan menjalani pengobatan dan 4,2 juta (39,7%) orang lainnya belum ditemukan/didiagnosis dan dilaporkan. TBC dapat diderita oleh siapa saja, dari total 10,6 juta kasus di tahun 2021, setidaknya terdapat 6 juta kasus adalah pria dewasa, kemudian 3,4 juta kasus adalah wanita dewasa dan kasus TBC lainnya adalah anak-anak, yakni sebanyak 1,2 juta kasus. Kematian akibat TBC secara keseluruhan juga terbilang sangat tinggi, setidaknya 1,6 juta orang mati akibat TBC, angka ini naik dari tahun sebelumnya yakni sekitar 1,3 juta orang. Terdapat pula sebesar 187.000 orang yang mati akibat TBC dan HIV (Yayasan KNCV Indonesia, 2022).
Indonesia menempati urutan kedua di dunia untuk jumlah penderita Tuberculosis setelah India. Negara urutan kedua yaitu China, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Republik Demokratik Kongo menepati urutan berikutnya. Pada tahun 2020 Indonesia berada di posisi ketiga dalam kasus Tuberculosis. Sementara itu, tahun 2021 tidak ada mengalami perbaikkan pada kasus tersebut. Angka kejadian Tuberculosis di Indonesia mencapai 354/100.000 orang. Kasus Tuberculosis meningkat 17% dibandingkan 824.000 kasus TBC pada tahun 2020. Angka kematian akibat TBC di Indonesia mencapai 150.000 kasus (satu orang setiap 4 menit), naik 60% dari tahun 2020 yang sebanyak 93.000 kasus kematian akibat TBC. Dengan tingkat kematian sebesar 55 per 100.000 penduduk (Yayasan KNCV Indonesia, 2022).
Dampak Penyakit Tuberkulosis
Penyakit Tuberkulosis paru memberikan dampak yang besar pada kehidupan penderitanya secara fisik, ekonomi dan sosial (Mbulu RE, 2020).
Pada pasien TB paru memiliki dampak fisik seperti kelemahan fisik, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat badan, sehingga pasien terlihat kurus dan pucat, serta batuk yang tidak kunjung sembuh (Sutarlan AN, 2021). Penderita tuberkulosis paru tidak dapat melakukan aktivitas yang diinginkan karena fisiknya, yang berdampak pada kemampuan mereka untuk bekerja.
Rata-rata, pasien tuberkulosis paru tidak dapat bekerja selama tiga hingga empat bulan setiap tahun, menyebabkan ekonomi penderita menurun dan menjadi tanggung jawab anggota keluarga yang sehat (Mbulu RE, 2020). Hal ini tentunya akan berdampak secara ekonomi kepada penderita dan anggota keluargnya.
Dilihat dari dampak sosial, penderita tuberkulosis paru diisolasi karena stigmatisasi masyarakat yang menganggap mereka dapat menularkan infeksi jika berada di dekat pasien (Mbulu RE, 2020). Stress adalah salah satu dari tiga faktor yang meningkatkan kemungkinan penderita tuberkulosis paru mengalami gangguan psikis. Stres yang dialami pasien tuberkulosis paru-paru juga disebabkan oleh pengobatan yang berlangsung lama serta efek samping dari penggunaan obat-obatan tersebut. Jika stres ini tidak segera diatasi, penderita tuberkulosis paru-paru dapat mengalami dampak stres yang lebih besar, seperti depresi, frustasi, gelisah, dan bahkan lebih parahnya, melukai diri sendiri dan memutuskan untuk meninggal (Diamanta ADS et al., 2020).
Solusi Meningkatkan Pengetahuan Pasien Tuberculosis
Ketika seseorang didiagnosis dengan penyakit TB paru, hal pertama yang perlu dilakukam adalah meningkatkan kesadaran tentang penyakit ini. Health promotion dengan melalui edukasi merupakan salah satu solusi perawat yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penyakit TB paru. Edukasi mengenai cara penularan, gejala dan pengobatan sangat penting agar pasien memahami kondisi mereka. Dengan pengetahuan yang cukup, pasien akan lebih termotivasi untuk mengikuti pengobatan yang direkomendasikan oleh dokter. Kepatuhan (Adherence) merupakan kunci dalam pengobatan TB paru. Health promotion dapat membantu meningkatkan pengetahuan dan kepatuhan masyarakat ataupun pasien agar tidak terjadinya resistensi obat dan lebih berkomitmen untuk sembuh.
Berbagai teknik yang dapat diterapkan dalam menyampaikan intervensi Health Promotion mengenai penyakit Tuberculosis adalah:
- Promosi Kesehatan Konvesional (Health promotion conventional)
Promosi kesehatan konvensioanl melibatkan edukasi dan peningkatan pengetahuan tentang pengendalian tuberculosis yang dilakukan secara tatap muka antara penyuluh dan peserta. Metode ini memang yang paling sering dipakai, terutama karena sudah ada sejak sebelum era digital dimulai. Untuk meningkatkan dan mengembangkan pengendalian TB, diperlukan pemahaman yang mendalam mengenai faktor penyebab, cara penularan, langkah-langkah pencegahan, pengobatan, serta sikap yang positif. Mengatasi kekurangan pengetahuan mengenai pencegahan TB memiliki kontribusi penting dalam usaha memerangi TB. (DeLuca et.al, 2018 dalam Romantika, 2022).
- Pelatihan Promosi Kesehatan (Health Promotion Training)
Dengan bantuan pernagkat audio, pendidik sebaya atau perwakilan dari responden yang menerima intervensi selanjutnya bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi tentang tuberkulosisi kepada kelompok besar. Untuk dapat berpatisipasi dalam penemuan kelompok besar karena alasan keamanan, pendidikan sebaya akan mengadakan sesi pendidikan dalam kelompok kecil di tempat kerja mereka (Romantika, 2022). Menurut Syed Mustafa (2018) dalam (kompas) memberikan pembelajaran kepada tahanan untuk mencegah penyebaran tuberculosis serta untuk deteksi awal penyakit menunjukkan hasil yang berarti setelah program intervensi. Setelah menerima pendidikan kesehatan, beberapa perwakilan dari narapidana mampu melakukan deteksi sendiri dan kemudian menyebarkan kepada kelompok yang lebih besar.
- Pelatihan Digital Promosi Kesehatan (Digital Training Health Promotion)
E-learning atau pelatihan menjadi semakin relevan bagi penyedia layanan kesehatan, terutama, karena keterbatasan waktu, perbedaan jadwal kera, dan tingkat pergantian karyawan yang tinggi di negara-negara berkembang. Realitas Virtual (VR) juga telah terbukti membantu siswa belajar dan memiliki potensi untuk meningkatkan pendekatan pembelajaran konvensional. Aplikasi ponsel yang biasa digunakan masyarakat juga digunakan untuk pendidikan online (Romantika, 2022). Menurut (Fonsa et al. (2017) memberikan sebuah ilustrasi mengenai aplikasi mobile yang dirancang khusus untuk tenaga medis, berfungsi sebagai alat dalam pelatihan digital tentang diagnosis pencitraan. Aplikasi ini memungkinkan mereka untuk mengukur tingkat pemahaman, menjadikannya elemen penting dalam pelatihan tenaga kesehatan. Penelitian menunjukkan bahwa peningkatan pelatihan dan dukungan yang berkelanjutan dapat memperkuat kemampuan penyedia dalam mengelola kasus tuberkulosis (TB) yang pada akhirnya berdampak pada tingkat kepatuhan obat yang lebih tinggi.
- Promosi Kesehatan Menggunakan Video Online Tentang Tuberkulosis (Health Promotion Using Online Videos About Tuberculosis)
Video telah menjadi media yang sangat efektif dalam menyampaikan pesan kesehatan, khususnya dalam konteks pengobatan untuk mencegah penyakit tuberkulosis (TB) (Gao J et al. , 2015). Pada Juli 2015, video tersebut diintegrasikan ke dalam layanan kesehatan reguler yang tersedia di Klinik TB Provinsi, bersamaan dengan kartu informasi, poster, dan pengingat untuk janji temu yang memuat informasi penting tentang TB. Meskipun demikian, pendekatan ini tidak lepas dari sejumlah kelemahan. Selain itu, ada kemungkinan bahwa individu yang tidak berpartisipasi tidak dapat mengakses video akibat masalah koneksi internet atau kurangnya keterampilan teknis. Kurangnya data mengenai mereka yang tidak ikut serta menjadi hambatan bagi peneliti dalam memahami dampak dari video terhadap hasil penelitian.
- Promosi Kesehatan Menggunakan SMS (Health Promotion Using SMS)
Meskipun video call mungkon sulit diakses di daerah terpencil dengan koneksi internet yang minim atau tidak ada,pasien tuberkulosis (TBC) di wilayah tersebut masih dapat menggunakan SMS melalui ponsel mereka. Alat komunikasi ini memungkinkan pemantauan dan dukungan bagi pasien TBC di antara kunjungan rumah sakit, sehingga mendukung pengembangan model pelayanan yang lebih personal. Program pelayanan dapat disesuaikan dengan tingkat intentitas yang berbeda, memenuhi kebutuhan spesifik setiap pasien (Pathmanathan et al., 2017 dalam Romantika, 2022). Secara global, hampir semua ponsel mendukung pengiriman pesan teks. Meskipun ponsel sederhana memiliki aplikasi yang terbatas, mereka dapat menawarkan fungsi tambahan seperti transfer uang, jika layanan tersebut tersedia. Di sisi lain, ponsel menengah dilengkapi dengan berbagai fitur, termasuk pesan multimedia (MMS), email, koneksi internet serta layanan komunikasi nirkabel jarak pendek seperti inframerah dan bluetooth. Sementara itu, ponsel pintar dengan siste, operasi canggih dan jaringan seluler yang lebih baik memberikan fungsionalitas yang lebih baik memberikan fungsionalitas yang lebih lengkap dan beragam (Romantika, 2022).
- Promosi Kesehatan Menggunakan Video Pendidikan Berbahasa Tradisional Melalui DVD (Health Promotion Using Traditional Language Educational Videos Through DVD)
Penelitian yang dilakukan oleh Peter D. Massey dan timnya pada tahun 2015 mencakup pembentukan kelompok acuan dan struktur pengelolaan proyek. DVD berbahasa lokal dibuat dan didistribusikan ke berbagai desa di Kwaio Timur, membantu dalam edukasi kesehatan terkait tuberkulosis. Temuan penelitian menunjukkan bahwa video dalam bahasa lokal efektif, meskipun kepercayaan masyarakat menjadi salah satu hambatan. Pendekatan yang dapat diterapkan dalam promosi kesehatan adalah teori model promosi kesehatan (HPM) tanpa melibatkan rasa takut. Proses kelompok merupakan metode dalam promosi kesehatan yang melalui interaksi individu dan kelompok, meningkatkan motivasi responden. Hal ini mendukung penerapan perilaku positif dalam komunitas terkait dengan tuberkulosis. Promosi kesehatan bertujuan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pencegahan penularan dan kepatuhan terhadap pengobatan tuberkulosis. Metode penyampaian materi promosi kesehatan seperti DVD, SMS, dan E-Learning telah terbukti efektif dalam menurunkan angka penularan serta mencegah kekambuhan akibat ketidakpatuhan dalam pengobatan (Romantika, 2022).
Berdasarkan uraian solusi diatas, meskipun Health Promotion sangat penting dan terbukti efektif untuk menangani masalah penyakit TB paru, akan tetapi peran perawat dalam menangani penyakit TB paru harus di kolaborasi dengan metode lainnya. Hal ini guna untuk lebih efektif dalam menangani penyakit ini.
Penulis:
1) Chika Triselia Santy , 2) Asyiffa Zulfa Aureliya H, 3) Cahya
Prodi (S1 Keperawatan) Fakultas (Ilmu Kesehatan)
Universitas Horizon Indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H