Lihat ke Halaman Asli

Berkunjung ke Rumah Bosscha di Pangalengan Bandung Selatan

Diperbarui: 3 Maret 2024   23:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: dokumentasi pribadi

Pemandangan daerah Bandung Selatan dataran tinggi Pangalengan dan Ciwidey memang sangat indah dan menakjubkan, dengan panorama bentang alam yang dominan pegunungan serta perkebunan teh membuat siapa saja yang berkunjung ke sana merasakan udara segar, suasana nyaman, dan pikiran yang seakan terbebas dari keruwetan. Saking masyhurnya daerah Bandung Selatan dengan alamnya yang indah, Ismail Marzuki membuat lagu yang berjudul "Bandung Selatan di Waktu Malam" pada tahun 1948. Lagu tersebut tercipta menggambarkan kecantikan Bandung Selatan pada malam hari, sisi menarik dari Bandung Selatan menjadi fokus utama pada lagu ini, lagu ini menjadi lagu nasional yang diajarkan untuk anak-anak sekolah. Berikut ini sepenggal lirik lagu "Bandung Selatan di Waktu Malam"

Bandung Selatan di waktu malam

Berselubung sutra merah-putih

Laksana putri lenggang kencana

Duduk menanti datang kekasih

            Pada bagian ini penulis akan fokus membahas Pangalengan salah satu daerah di Bandung Selatan. Pangalengan merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Bandung yang terletak di dataran tinggi, letak Kecamatan Pangalengan sekitar 28 km dari Ibu Kota Kabupaten Bandung, yaitu Soreang dan 45 km dari Kota Bandung. Pangalengan berada diketinggian 1.550 mdpl, menjadikan kecamatan ini mempunyai suhu yang dingin. Karena letaknya di dataran tinggi maka tidak mengherankan bila di Pangalengan banyak tersebar banyak objek wisata dengan suasana alam atau bangunan peninggalan zaman Belanda, seperti: Rumah Bosscha, Kebun Teh Malabar, Perkebunan Teh Cukul, Taman Langit, Nuansa Riung Gunung, Hutan Pinus Rahong, Situ Cileunca, Wayang Windu Panenjoan, dll. 

Ada satu bangunan peninggalan zaman Belanda di Pangalengan yang masih terawat sampai saat ini, yaitu rumah peninggalan mendiang Karel Albert Rudolf Bosscha. Lebih dikenal dengan sebutan Rumah Bosscha, yang  berlokasi di area Perkebunan Teh Malabar, PT Perkebunan Nusantara VIII Desa Banjarsari, Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Untuk mengunjungi Rumah Bosscha, dari pusat kecamatan Pangalengan mengambil rute sebelah kiri arah ke Perkebuna Teh Malabar, sedangkan arah yang sebelah kiri menuju objek wisata Situ Cileunca, Pantai Rancabuaya, jalan Perkebunan Teh Malabar sudah bagus dan mulus, sepanjang jalan menuju Rumah Bosscha pemandangan indah perkebunan teh yang sangat luas akan memanjakan mata kita, terhampar hijau bak permadani. 

Untuk tiket masuknya pengunjung dikenakan biaya sebesar Rp5.000, Rumah Bosscha bisa dikunjungi oleh wisatawan setiap hari, mulai pukul 08.00-17.00. Di Rumah Bosscha juga ada staff/pegawai rumah tersebut yang akan menjelaskan mengenai sejarah Rumah Bosscha, kita bisa berkeliling ke setiap sudut Rumah Bosscha dengan diantar pegawai.   

Foto: dokumentasi pribadi

               Rumah Bosscha merupakan rumah bersejarah seorang "juragan" perekebunan teh dari Priangan yang bernama Karel Albert Rudolf Bosscha, yang lahir pada 15 Mei 1865 seorang warga negara Belanda sekaligus pemilik perkebunan teh Malabar, Bosscha mendiami rumah tersebut sekitar 30 tahun sampai akhir hayatnya. Rumah ini dibangun pada tahun 1898 dengan gaya arsitektur Eropa klasik, Rumah Boscha memiliki luas sekitar 550 meter persegi dan terdiri dari tiga lantai. Lantai pertama merupakan ruang tamu, ruang keluarga, dan dapur. Lantai kedua merupakan kamar tidur dan kamar mandi. Lantai ketiga merupakan ruang kerja dan perpustakaan. Rumah ini juga dilengkapi dengan taman yang luas dan indah dengan berbagai jenis tanaman dan bunga, cerobong asap yang tersambung dengan tungku perapian di bagian bawah ruang tengah. Sebagai rumah dari saudagar teh, pekarangan yang dimiliki rumah ini sangat luas. 

Rumah Bosscha terdiri dari beberapa kamar tidur dan kamar mandi, ruang tamu, ruang makan, ruang keluarga, bar, dapur bersih, dapur kotor, dan ruang bawah tanah. Plafon Rumah Bosscha dibuat cukup rendah, ini menjadikan suhu di dalam rumah terasa hangat meskipun rumah berada di dataran tinggi dengan suhu yang dingin. Hampir seluruh isi furniture yang ada di Rumah Bosscha merupakan asli peninggalan Meneer Bosscha dari abad 18-19, semua masih terawat dengan baik, termasuk piano tua, ranjang, kursi tamu, meja makan, kursi santai yang berada di beranda rumah. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline