Lihat ke Halaman Asli

Suci Gulangsari

Wiraswasta

Paham Radikal, Kemana NU dan Muhammadyah?

Diperbarui: 28 Oktober 2018   13:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Saya ingat betul, belum setahun saya bertemu dengannya. Seorang teman kuliah, perempuan, sebut saja Merry di sebuah kegiatan seminar di kota Malang. Saat bertemu sekitar pertengahan tahun 2014 lalu, dia sempat mengungkapkan kegaluannya setelah menikah dan memiliki satu orang putra. "Aku ingin lebih mendalami agama Islam. Tapi aku tak tahu harus memulai darimana ..

" Maka kusarankan dia mengikuti  perkumpulan pengajian yang jumlahnya sangat banyak dan gampang sekali ditemui di kota Malang. Mungkin  di situ dia bisa banyak bertanya kepada orang-orang yang kompeten untuk menambah ilmu pengetahuan keislamannya. "Sungkan, malu saya belum bisa mengaji. Lagipula saya bukan orang NU atau Muhammadyah," jawabnya saat itu. 

Lalu ketika dua hari lalu saya bertemu lagi dengannya. Saya benar-benar pangling dibuatnya. Penampilannya sangat berbeda, berjubah gelap panjang dan bercadar. Dia katakan sudah menemukan Islam yang sesungguhnya. Dia juga baru menyadari bahwa selama ini  hanyalah seorang pendosa ... sekitarnya juga adalah orang-orang pendosa yang tidak mengamalkan nilai-nilai Islam secara haq dan benar ... (wah, apa mungkin maksudnya menyindir saya ya?) ..bla bla bla dan banyak lagi kalimat yang meluncur dari bibirnya. Semuanya..  seolah-olah selama ini dia telah hidup di lingkungan yang benar-benar salah ... 

Saya tak lagi banyak bertanya, mungkin saking takjub dan tak tahu harus berkata apalagi. Ternyata dalam waktu yang kurang dari setahun, pengetahuannya tentang ajaran Islam, terkesan jauh lebih hebat dibanding sesiapapun. Hmm Luar biasa!! Bahkan diapun sangat fasih melafalkan dalil-dalil yang  terus terang membuat saya jadi terdiam, bungkam. Karena pada dasarnya saya memang tidak piawai berdebat apalagi berdebat masalah yang saya sendiri masih dalam tahap belajar. 

Ah sudahlah, itu pilihan dia ... saya sangat menghormati itu sebagai hak yang paling hakiki. Hanya saja tetap saja ada yang mengganjal dalam hati: Siapakah 'orang hebat' yang telah berhasil membuat si Merry hingga 180 derajat berubah penampilan secara fisik dan mental? Tidak, saya tidak mengatakan Merry Radikal, tapi saya hanya menyebutnya sebagai seseorang yang (kini) benar-benar memiliki pandangan yang fokus, militan. Orang NU-kah? Orang Muhammadyah-kah? Bukankah setahu saya, keduanya basis kekuatan Islam terbesar di bumi Indonesia?  Tapi saya meyakini seratus persen, dari beberapa pemahaman tentang Islam yang diungkapkannya pada saya, pastilah bukan keduanya--NU ataupun Muhammadyah-- yang mempengaruhi Merry.

 Pertanyaan saya selanjutnya, kira-kira sudah berapakah "Merry" yang telah berhasil diciptakan 'orang hebat' itu? Kalau boleh jujur, saya angkat topi untuk orang itu. Dia pasti orang yang ahli soal strategi, ahli brainwashing. Orang yang pandai memanfaatkan dan membaca kebutuhan kekinian orang-orang, mampu menangkap 'pasar' kegelisahan dan kegalauan para 'pencari Tuhan'. Yang kemungkinan besar massa 'pencari Tuhan' ini jumlahnya di Indonesia jauh lebih besar daripada massa NU ataupun Muhammadyah. Kalau boleh saya katakan, massa para 'pencari Tuhan' ini ibarat 'massa mengambang' yang istilahnya selalu populer setiap kali menjelang Pemilu. Dan mereka rata-rata adalah orang modern yang 'melek teknologi' dan selalu haus informasi. 

Kemana lagi mereka mencari kebutuhan pengetahuan itu kalau bukan dari internet dan media elektronik lainnya? Inilah yang ditangkap secara cerdas oleh para penganut Islam radikal sehingga secara agresif menyasar media-media sosial dan media teknologi informasi lain (internet,televisi) sebagai basis untuk menyebarkan ajaran. Media informasi yang disediakan para kelompok radikal ini ibarat pasar modern, swalayan, one stop shoping. Mirip indomaret ,alfamart yang keberadaannya mudah ditemui, semua orang bisa masuk tanpa sungkan, bahkan kini hingga di kampung-kampung. Mereka mampu memenuhi kebutuhan konsumennya dalam satu kali bayar ... 

Lalu kemana NU? Kemana Muhammadyah? Kemana 'larinya' intisari pengajian, ceramah, dan kegiatan-kegiatan akbar yang hampir setiap saat digeber para punggawa pilar-pilar besar Islam di tanah air itu? Kalau mau jujur, kegiatan-kegiatan itu lebih banyak bersifat ke dalam, untuk kader-kader sendiri yang jelas tidak perlu lagi diragukan ke-NUanya atau ke-Muhammadyahannya. Bagaimana dengan Islam yang bukan termasuk diantara keduanya?

 Penguatan ke dalam perlu. Tapi merangkul orang-orang, terutama yang saya sebut 'para pencari Tuhan' sehingga merasa nyaman saat ingin mendapatkan tempat untuk bersandarpun sangat penting. Karena ini negara dengan masyarakat yang sangat majemuk. Kita semua butuh 'Guru Besar' yang tulus dan mau dan benar-benar peduli pada nasib masa depan bangsa ini ..  Kalau sudah begini, masihkan ekslusifitas kelompok itu menjadi hal yang paling penting dibanding segalanya  .... "Bukan tulisan penting, hanya catatan kecil "

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline