Lihat ke Halaman Asli

Harapan di Tahun Baru

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Ulang Tahun Ayah

Ah rasanya semua orang pandai menyingkap makna sebuah perayaan kecuali diriku. Aku masih saja bingung diantara dua pertanda apakah ini sebuah awal atau akhir sesuatu. Mungkin karena tidak ada tradisi perayaan ulang tahun dalam keluarga kami sehingga tidak terbiasa dan menganggap semua hari sama pentingnya untuk memulai menjadi sesuatu yang lebih baik. Pun begitu ketika ingin mencatat hal-hal sekecil apa pun yang berarti dalam sebagian besar kekacauan hidupku. Bagian terbesar yang paling sering mengusikku untuk mengabadikannya dalam sebuah catatan adalah tentang Ayah. Namun aku tidak pernah sanggup mengurai kenangan dalam untaian kata dan menghadirkannya di tengah-tengah kalian. Agar kalian ikut merasakan sesuatu menggumpal di tenggorokan dan menutup lubang pernapasanku hanya dengan menyebut Ayah. 30 Desember kemarin Ayah seharusnya berusia 64. Aku percaya ada yang mengikat kami putri-putrinya lewat senyumnya yang istimewa yang kini hanya bisa hadir dalam imajinasi kami masing-masing.

Indonesia Menangis

Malam ini cerah dan tampaknya langit mempermanis dirinya dengan taburan bintang. Aku membayangkan bisa menikmatinya di suatu tempat sehingga tidak ikut tenggelam dalam euforia gegap gempita perayaan penyambutan tahun baru yang seperti biasanya menghadirkan kekosongan menganga dalam diriku. Maka inilah yang kulakukan. Mengerjakan tugas-tugas deadline yang bakal jatuh tempo hari senin nanti. Tidak juga dengan sengaja memilih warung kopi yang menyediakan wifi dan memutar Beatles kesukaanku sembari merayapi belantara dunia maya sebagai bagian khusus dalam perayaan ini. Aku mencoba memahami semangat akan sebuah harapan baru yang tidak memenjarakan kita dalam suatu waktu yang tidak berhenti menawarkan kepedihan diantara kesenangan-kesenangan semu. Rentang tahun dengan percikan peristiwa yang mengiris-iris kemanusiaan bertaburan dari Sabang sampai Merauke. Pita tanda berduka dalam hening Pray For Indonesia sejenak tergantikan gemuruh kembang api setelah pesta bola dan menyambut tahun baru. Inginkah kita menghapus memori tentang bagaimana Indonesia menangis sepanjang tahun ini?

Yang Datang Yang Pergi

Datang ditengah meriahnya perayaan dan menyelinap pergi diantara lelapnya mimpi sehabis pesta. Seperti makanan yang baru saja dinikmati dalam jamuan yang menunggu waktu untuk dimuntahkan atau pun untuk di buang bersama kotoran. Dia sangat ahli menyusun persekongkolan dengan mimpi dalam misinya merebut semua hal yang tersisa dalam diri manusia. Bahkan untuk membencinya saja aku masih membutuhkannya. Aku mewakili manusia yang selalu tunduk di bawah kuasanya sekali pun ku temui suatu lubang menganga yang selalu butuh pemenuhan. Yang datang dan yang pergi itu bernama harapan. Berharap tahun ini aku tak lagi memiliki harapan.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline