Lihat ke Halaman Asli

Pilihanku Berubah Sesudah Nonton Debat Capres dan Cawapres

Diperbarui: 18 Juni 2015   07:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Itu tentu harapan dari pendukungnya. Pendukung Prabowo dan Hatta (No. 1) akan berharap bahwa pendukung Jokowi dan JK (No. 2) akan terbuka pikirannya dan akhirnya berubah mendukung Prabowo dan Hatta setelah menyaksikan debat. Dan tentu pendukung No. 2 akan berpikir yang sama, berharap pendukung No. 1 terbuka hati dan pikirannya kemudian mendukung No. 2.

Mungkinkah itu bisa terjadi?

Dari yang saya pantau dari halaman facebook saya (dan media sosial saya lainnya) setiap sehabis acara debat, pendukung No. 1 akan semakin mantap memilih No. 1, dan pendukung No. 2 akan semakin mantap memilih No. 2. Selain karena calon kita yang hanya dua pasang tahun ini, debat-debat antar pendukung yang bikin rusuh itu (baca: http://politik.kompasiana.com/2014/05/24/kerusuhan-telah-terjadi-antar-pendukung-calon-presiden-654573.html) membuat saya merasa makin mirip serial film Amerika Serikat.

Dulu setiap aku nonton serial TV yang kadang terlibat politik, dan tidak banyak juga hanya serial atau film drama biasa, saya suka bingung. Ada seseorang yang menyatakan, maaf saya tidak bisa bekerja untuk anda yang seorang Demoratic, karena saya seorang Republican (atau sebaliknya). Kupikir, kenapa pandangan politik seseorang ini bisa membuat seseorang tidak bisa bekerja sama dengan orang lain.

Kurasa pandangan politik ini tambahan dari SARA. Sesuatu yang sangat mendasar dan tidak boleh dijadikan topik ringan untuk dibicarakan dalam urusan pertemanan. Landasan politik dan SARA yang seharusnya tidak boleh dijadikan alasan untuk seseorang memilih orang lainnya, tetap justru menjadi tambahan alasan untuk seseorang dalam menyeleksi orang lainnya, dengan dalih, butuh orang yang memiliki pola pikir yang sama.

Pola pikir dari pendukung No. 1 dan No. 2 itu memang berbeda. Itulah yang menyebabkan setiap debat tidak akan ada pilihan yang berubah (kecuali memang jika si pemilih belum memantapkan pilihannya). Misalnya saya mendukung sepasang calon yang hebat sekali dalam debat, tentu saya sangat senang, dan akan menyebut-nyebut kehebatan itu, tetapi yang saya lihat sebagai “hebat” itu tidak bisa dilihat oleh pendukung lawannya. Kalaupun terlihat, pendukung pasangan lawan akan berkatan, mungkin itu hanya kebetulan.

Sebaliknya, jika ada sedikit kesalahan di calon pasangan kita, pendukung lawan akan mengungkit-ungkit itu, dan kita akan berdalih, toh semua pasangan ini hanya manusia, tidak mungkin kehebatan seseorang dapat diuji dalam beberapa jam debat (jadi inget urusan UN, maaf OOT). Kalaupun ternyata ada hal yang tidak sejalan dengan pandangan kita selama debat itu, otak kita akan berusaha mengisi kekurangan itu, dengan berpikir, mungkin itu hanya salah bicara, mungkin idolaku sudah memikirkannya di belakang layar, mungkin bagian itu sudah diatasi oleh tim pendukungnya, atau dengan berbagai cara lainnya. Kehebatan calon pasangan kita paling hebat berada dalam pikiran kita sendiri.

Sekarang kita harus kembali ke dunia nyata. Dan tidak banyak yang bisa kita lakukan. H-3 dan harusnya ini Minggu tenang. Saya sebagai rakyat biasa hanya bisa berdoa dari lubuk hati saya yang terdalam, semoga siapa pun yang terpilih dengan jujur dan adil tentunya adalah pilihan terbanyak rakyat Indonesia, akan membawa Indonesia menjadi lebih damai, lebih bermartabat, lebih lebih yang positif lainnya. Benar kenyataannya adalah segala hal positif mengenai pasangan itu, dan benar bahwa yang negatif itu hanya fitnah belaka. Dan pasangan yang tidak terpilih akan mendukung pasangan terpilih karena sebagai rakyat Indonesia, tentu banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjadikan Indonesia Jaya.

Semoga pilihan yang berubah itu pilihan yang tadinya tidak memilih menjadi mantap untuk memilih. Ayo kita dukung Pemilu yang LUBER dan JURDIL. *sambil nyanyi lagu Mars Pemilu di belakang layar :P*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline