Exit strategy merupakan strategi keluar yang disiapkan oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas dan juga pemulihan ekonomi pasca Quantitive Easing, yaitu pelonggaran kebijakan moneter yang tidak konvensional melalui pelonggaran kuantitatif.
Jumlah uang beredar ditingkatkan oleh bank sentral dengan membeli sekuritas jangka panjang dari bank komersial dan lembaga swasta lainnya atau berbagai aset keuangan dari pasar terbuka.
Untuk menjaga stabilitas dan pemulihan ekonomi, exit strategy harus dilaksanakan secara terkalibrasi, terkomunikasikan dengan baik, dan terencana dengan baik.
Dody Budi Waluyo, Deputi Gubernur Bank Indonesia, menjelaskan hal ini dalam Seminar Internasional G20 tentang "Safeguarding Growth Momentum." Lanjutnya, sinergi bauran kebijakan dalam menghadapi ketidakpastian pembangunan yang tinggi mendukung tanda-tanda positif perekonomian Indonesia.
Terlepas dari tantangan yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19, ekonomi Indonesia diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,2-4,0% pada tahun 2021 dan 4,7-5,5% pada tahun 2022, didukung oleh konsumsi swasta, investasi, dan ekspor.
Bank Indonesia dengan pemerintah dan deputi komite sistem keuangan di bawah bauran kebijakan bank Indonesia menyebutkan kerangka policy mix atau kebijakan terpadu sebagai kunci untuk menghadapi tantangan stabilitas.
Bank Indonesia's Policy Mix
1. Interest Rate Policy :
- BI7DRR Rate
- Coridor and terms structure OM
2. Exchange Rate Policy :
- Consistent with fundamental
- (Short-term) volatility
3. Management of Flows of Capital:
- Encourage ER Stability, control procylicality, and reduce systemic risk
4. Policy based on macroprudence:
- Encourage efficient financial transmission
- Reduce procyclicality and reduce the accumulation of systemic risks
5. Communications and coordination:
- In collaboration with the government (reforms to the structure, finances, and inflation)
- Communication to control appointments
Kerangka kebijakan terpadu Bank Indonesia mengarahkan tujuan stabilitas harga dan dukungan terhadap stabilitas sistem keuangan melalui kombinasi langkah-langkah kebijakan, termasuk aliran modal dan suku bunga. Dengan menetapkan potensi kebijakan makroprudensial, yang terpenting, dan esensi dari suku bunga.
Dukungan pemulihan ekonomi akan diberikan melalui kebijakan makroprudensial, perluasan pasar uang, perluasan sistem pembayaran, dan penciptaan ekonomi keuangan yang inklusif dan ramah lingkungan. Instrumen kebijakan lainnya (makroprudensial, pengembangan pasar keuangan, ekonomi keuangan inklusif dan hijau, dan sistem pembayaran) akan terus diarahkan untuk:
1. Dalam rangka menghidupkan kembali penyaluran kredit perbankan ke sektor korporasi, mendorong pemulihan ekonomi nasional, dan menjaga stabilitas sistem keuangan, pada tahun 2022 akan diperkuat sikap kebijakan makroprudensial yang lebih akomodatif.
2. Mempercepat digitalisasi sistem pembayaran untuk mendorong pemulihan ekonomi dan ekonomi dan keuangan yang inklusif dan efektif, khususnya dari sisi konsumsi rumah tangga.