Manusia merupakan makhluk yang dikaruniai akal budi yang membuat manusia dapat memahami, mengerti, dan memecahkan masalah atau persoalan yang ada di sekitarnya. Manusia bisa karena memiliki pengalaman juga pendidikan sehingga membuat manusia dapat terus beradaptasi. Manusia akan selalu bertanya-tanya tentang sekitarnya, semakin lama pertanyaan tersebut akan menjadi semakin jauh. Manusia bertanya-tanya karena ingin mencari kebenaran, saat pengetahuan atau pengertian manusia sesuai dengan yang diketahuinya, maka orang tersebut dikatakan pengetahuannya benar.
Namun, kebenaran tersebut tidak akan selamanya sama. Yang berarti sesuatu yang dianggap benar disaat ini, bisa saja disaat lain dianggap tidak benar. Hal ini diakibatkan karena adanya perubahan zaman, juga manusia yang akan selalu berkembang, dan ingin mendapatkan sesuatu yang lebih baik. Sama halnya dengan kepercayaan manusia pada zaman praaksara yang dimana merupakan zaman saat manusia belum mengenal tulisan maupun huruf.
Dari masa paleolitikum, mesolitikum, neolitikum, megalitikum, zaman perunggu, hingga sampai kepercayaan pada masa sekarang. Manusia pada zaman ini dapat mengerti bahwa kekurangan makanan itu dapat menyebabkan manusia kelaparan, namun mereka tidak dapat menjelaskan kenapa makanan tersebut bisa berkurang. Untuk menjawab pertanyaan tersebut manusia mengembangkan penjelasan yang berdasar dari kemampuan daya pikir manusia. Dari usaha untuk menjawab pertanyaan tersebut muncullah kepercayaan animisme dan dinamisme pada zaman itu.
Pada masa paleolitikum merupakan masa berburu dan mengumpulkan makanan. Yang dimana pada masa ini bergantung dengan alam, dengan cara memburu dan mengumpulkan makanan. Sehingga berburu hewan merupakan aktivitas sehari-hari manusia pada masa ini untuk bertahan hidup. Maka dari itu pada masa ini manusia belum ada kepercayaan. Lalu masuk ke masa mesolitikum yang dimana pada masa ini sudah mulai ada kepercayaan animisme dan dinamisme.
Manusia praaksara yakin bahwa ada roh-roh yang melekat pada setiap benda alam. Roh-roh tersebut juga dianggap dapat mempengaruhi manusia dari pengaruh yang baik hingga pengaruh yang buruk. Agar roh-roh tersebut tidak memberi pengaruh yang buruk terhadap manusia juga agar roh-roh tersebut tidak mengganggu manusia.
Sehingga manusia memberi sesajen dalam upacara-upacara ritual tertentu. Yang artinya kepercayaan animisme merupakan keyakinan terhadap adanya roh-roh yang tidak terlihat. Lalu ada kepercayaan dinamisme yang berarti keyakinan terhadap roh-roh bisa berwujud dalam bentuk benda-benda. Masyarakat pada masa itu juga percaya dengan roh-roh nenek moyang mereka. Agar arwah nenek moyang mereka dapat tetap membawa pengaruh yang baik, maka dari itu mereka melakukan upacara atau pemujaan terhadap nenek moyang mereka.
Masa neolitikum atau masa bercocok tanam ini manusia bercocok tanam untuk bertahan hidup. Pada masa ini berkembang sistem kepercayaan animisme dan dinamisme. Sama dengan masa sebelumnya, namun di masa ini sudah lebih berkembang lagi.
Juga pada masa ini manusia lebih meyakini kepercayaan animisme karena manusia harus berhubungan baik maupun menghormati roh-roh dengan mengadakan adanya acara pemujaan atau memberi sesajen. Berhubungan baik dan menghormati roh tersebut agar roh-roh dapat melindungi manusia dari bahaya ataupun membantu manusia dalam kehidupan sehari-sehari.
Pada masa ini orang yang sudah meninggal akan diberi barang keperluan sehari-hari yang akan dikubur bersama. Hal tersebut bertujuan agar perjalanan dunia arwah dan kehidupan selanjutnya dapat terjamin. Masa megalitikum ini kepercayaan terhadap keberadaan dan pengaruh arwah nenek moyang semakin berkembang.
Karena adanya bangunan-bangunan pemujaan arwah nenek moyang yang berukuran besar. Menhir merupakan tugu atau batu yang tegak dan ditempatkan di suatu tempat untuk memperingati orang yang sudah meninggal. Lalu adanya sarkofagus yang merupakan kubur batu, namun memiliki tutup di atasnya.
Adanya arca batu yang merupakan sebongkah batu besar berbentuk bulat lalu di atasnya terdapat pahatan wajah manusia yang merupakan perwujudan dari nenek moyang yang dijadikan objek pemujaan. Batu besar tersebut menghadap ke sebuah monolit yang merupakan tempat pusat untuk pemujaan. Menurut kepercayaan, arwah nenek moyang turun pada waktu-waktu tertentu untuk memohon restunya. Sebagai tanda bukti ditanamlah benda-benda tertentu di pelataran tempat pemujaan tersebut.