Entah kenapa semenjak hari itu, Setiap hujan turun menyirami bumi, aku selalu berkata jika itu adalah wujud darimu yang pernah singgah dalam cerita hidupku. Walaupun itu tak menjadi kenyataan memilikimu, Aku berharap kau disana tak pernah bertanya, kenapa aku lebih memlih menyukai hujan, daripada menyukaimu.
Jika pertanyaanmu seperti itu, sebenarnya kau sendiri sudah memiliki jawabannya, yaitu tentang rasa yang aku punya ini tak sampai menjadi kenyataan memilikimu. Kau juga tentunya sudah mengerti, kenapa aku melakukan ini hanya untuk bertemu denganmu. Dengan perantara hujan, aku jadikan kau seakan nyata, agar aku tak lagi mengingat kenangan sedih itu ketika kau pergi meninggalkanku.
Aku berharap hujan tak merasa risih dengan prilakuku terhadapnya, dimana saat hujan turun aku sering merasa, jika itu bukan hujan yang turun, namun air mata kesedihanku yang pernah tumpah disaat itu, di saat kau tak lagi mampu kusapa seperti biasanya, tak mampu lagi aku lihat senyummu seperti hari-hari dimana aku tumbuh dengan subur berkat semangat yang selalu kau sampaikan lewat senyummu itu.
Aku juga tak menyangka hal itu bisa terjadi, dan begitu cepat berlalu dalam hidupku. Taukah kamu, jika aku begitu sulit untuk meredam kesedihanku saat itu, di saat aku menyelesaikan tugas terakhir kuliahku, disaat aku melaksanakan sidang skripsi, di waktu yang bersamaan kau berucap janji dengan seseorang yang kau pilih untuk mengarungi hidup bersamamu.
Air mataku menetes saat itu, bukan karena aku tak mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh tim penguji skripsiku, namun aku meneteskan air mata karena teringat dirimu yang begitu tega meninggalkan aku dalam posisi berjuang demi menggapai cita-cita dan cinta bersamamu.
Aku meneteskan air mata bukan karena aku merasa takut dengan kemarahan dosen penguji skripsiku karena kurang baik dalam penyusunannya, bukan itu. Aku meneteskan air maka karena aku tak akan bisa lagi bertemu denganmu setelah itu karena kau telah menikah dengan orang lain.
Rasanya aku tak ingin menyelesaikan sidangku dengan kelulusan waktu itu, aku tak mau meneruskan perjuanganku untuk bisa menjadi sarjana saat itu, bukan karena aku tak mampu menyelesaikannya dan membiayai semua pendidikanku itu, namun aku kehilangan semangatku dari seseorang yang telah mengantarkan aku pada posisi tersebut, namun tak mampu aku pertahankan dengan hasil bahagia bisa lulus kuliah dan mengikat janji suci bersamamu.
Taukah kamu, di saat itu aku begitu terpukul dengan keadaan yang aku alami. Semua teman merasa bahagia di saat kelulusan skripsi di umumkan, namun apa yang terjadi pada diriku sangatlah berbeda. Dimana aku terlihat murung jika semua sungguh tak berarti apa-apa jika kau telah pergi meninggalkan setia yang aku pertahankan dengan susah payah dalam menempuh pendidikan jauh darimu.
Aku sangat berharap saat aku wisuda, kau hadir menemaniku, namun hal itu tak terjadi. Aku sendirian menantimu datang, namun yang ada hanya kesedihanku kala itu, aku begitu sedih merayakan wisudaku tanpa ada sedikit senyum menaungi wajahku.
Aku seakan kehilangan sesuatu yang teramat berharga dalam hidupku. aku lemah, aku kalah dan aku seperti tak memiliki apa-apa lagi dalam hidup ketika kenyataan yang ada memang kau telah pergi tanpa permisi tinggalkan aku yang begitu rentan akan kehilangan kasih sayang darimu.
Seadainya saja aku bisa menahanmu saat itu, seandainya saja aku berada di dekatmu saat itu, seandainya saja aku bisa bertemu denganmu saat itu, maka akan aku cegah tanganmu di lingkari cincin darinya. namun aku tak bisa, aku berada jauh darimu, dan pada akhirnya aku harus merelakan kehilangan semuanya dirimu, cinta, kasih sayang dan masa depan lenyap untuk selamanya.