Lihat ke Halaman Asli

CHELSI DIRA RAHMANI

Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Menggali Makna Keadilan dalam 'Laut Bercerita'

Diperbarui: 20 Juli 2024   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Novel Laut Bercerit ini berlatar di tahun 90-an, tepatnya antara tahun 1991 hingga 2007, dan mengisahkan peristiwa yang masih menjadi misteri. Ceritanya terbagi dalam dua rentang waktu. Pertama, periode 1991-1998, yang kita kenal sebagai masa pemerintahan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.


Menyajikan perjalanan hidup dan tantangan Biru Laut, termasuk interaksinya dengan teman-temannya seperti Kinan, Alex, Daniel, Sunu dan Bram. Cerita dalam novel Laut Bercerita terbagi menjadi dua bagian. Bagian pertama bercerita tentang peristiwa tahun 1991-1998, sedangkan bagian kedua bercerita tentang tahun 2000-2007. Biru Lau dan adiknya Asmara Jati menceritakan dua episode dari sudut pandang berbeda.

Mereka berupaya mengubah sistem pemerintahan yang dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi dan keadilan. Namun, pihak berwenang selalu mengetahui rencana tindakan mereka, itulah sebabnya upaya mereka sering kali gagal. Dan mereka membentuk badan khusus untuk menangani kasus orang hilang di negara itu sambil menunggu pemerintah segera menyelesaikan masalah tersebut. Meski dikabarkan ditemukan tulang manusia di Kepulauan Seribu, Asmara Jati tetap meragukan kalau itu adalah kakaknya.


Di akhir novel Laut Bercerita, keluarga Biru Laut mengalami tragedi dan trauma berat. Bagian akhir cerita menyoroti keluarga-keluarga yang kehilangan anggotanya, termasuk Biru Lau yang melarikan diri dari pemerintahan Orde Baru. Sebelum ditangkap pihak berwajib, Biru Lau memberitahu keluarganya melalui surat dengan menggunakan nama samaran. Namun nasibnya berakhir tragis dengan perintah menembaknya dan akhirnya Lautis menjadi buronan. dari.


Di keluarga Biru Laut, setiap hari Minggu ada ritual rutin yang disebut Minggu bersama keluarga. Ketika Biru Lau tak kunjung kembali, ayah dan ibunya melanjutkan ritual mingguan tersebut. Meja makan masih disiapkan untuk empat orang dan lagu klasik seperti The Beatles dimainkan sebagai bagian dari ritual. Gambaran ini mencerminkan kerinduan akan keutuhan keluarga yang hilang seiring hilangnya aktivis Orde Baru secara paksa. Trauma yang dialami keluarga tidak hanya tampak pada ritual hari Minggu yang sedang berlangsung, namun juga dalam aktivitas sehari-hari.


Nyonya Biru Laut terus memasak makanan kesukaannya di sore hari. Sedangkan Biru Laut membuat empat piring terus menerus, salah satunya kosong menunggu pemiliknya yang tak kunjung pulang. Hal ini menimbulkan gambaran suasana kehampaan dan kehilangan yang dirasakan keluarga. Asmara Jati juga mengalami trauma. Sedikit demi sedikit, ia merasa perlu meyakinkan orang tuanya untuk menerima kenyataan bahwa kakaknya telah menghilang. Tapi itu tidak ada gunanya. Itu terlalu sulit bagi orang tuanya. Pihak keluarga masih hidup dalam penyangkalan karena tidak mau menerima kematian Biru Laut. Bagian ini menyoroti penderitaan yang dialami keluarga-keluarga pengungsi, bukan hanya mereka yang meninggal.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline