Lihat ke Halaman Asli

"Lebih Baik Hujan Batu di Negri Sendiri daripada Hujan Duit di Negri Orang”

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Ada yang menarik pikiranku dari cerita seorang teman sore itu…

Awalnya, dirinya bercerita tentang adiknya yang akan pergi melanjutkan pendidikan S2 di Norwegia. Aku yang mendengarnya awalnya langsung berpikir bahwa hal tersebut merupakan sesuatu yang hebat dan kesempatan yang jarang datang dua kali, dan tentunya sayang untuk dilewatkan. Menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi dengan pergi ke luar negri tentunya pengalaman yang sungguh berharga, pikirku awalnya.

Namun ternyata berbeda dengan pendapatku, temanku ini tidak setuju dengan keberangkatan adiknya. Dan aku pun menanyakan lebih lanjut perihal keberangkatan adiknya; bagaimana awal mula ceritanya sehingga ia dapat mendapatkan kesempatan tersebut.

Jadi temanku bercerita bahwa nanti adiknya tidak langsung kuliah S2, tapi melainkan harus kerja dulu sambil belajar bahasa Norwegia karena dia tidak kuliah di pusat kota, melainkan di kota kecil di mana pengantar pendidikan di sana tidak menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, melainkan bahasa Norwegia. Sampai di sini, aku masih menganggap hal tersebut adalah bagian dari perjuangan untuk sebuah pengalaman berharga.

Namun tidak begitu dengan temanku. Ia menceritakan bahwa bagaimana adiknya bisa mendapatkan kesempatan tersebut karena dia kenal dengan pasangan suami istri yang mau menerimanya untuk home stay dan menjaganya selama di sana dengan catatan biaya kuliah di sana gratis, jadi dirinya tetap harus bekerja untuk pertama kali. Dan yang membuat temanku tidak setuju adalah bagaimana dengan pergaulan adiknya di sana dan pemikiran adiknya setelah lama di sana.

Pasangan tersebut bukanlah keluarga atau siapa-siapa bagi mereka, yang ditakutkan oleh temanku, tentunya ada perasaan hutang budi nantinya. Bagaimana jika adiknya dipengaruhi hal-hal yang mengancam imannya dan rasa nasionalisme melihat istri dari pasangan ini yang sebenarnya warga Indonesia yang akhirnya pindah kewarganegaraan setelah menikah dan hidup di Norwegia.

Temanku sendiri menjabarkan berbagai kemungkinan yang mungkin terjadi apabila adiknya ini tetap bersekolah di sana karena melihat si istri begitu ingin adiknya tinggal bersamanya. Apakah tidak ada rasa hutang budi? Apakah ada jaminan adiknya tidak jatuh cinta pada orang sana? Bagaimana kalau adiknya merasa nyaman dan merasa tingga di sana lebih baik dari di Indonrsia? Apa ada jaminan adiknya tidak berubah atau tidak terpengaruh pemikirannya? Bukan S2 di luar negri yang temanku permasalahkan, tapi nilai-nilai moralitas dan tanggung jawab akan ilmu yang dia punya. Apakah dengan bertambahnya ilmu membuatnya bertambah bijak dan bertanggung jawab. Ditambah dengan, apakah dengan S2 luar negri dirinya mau memberikan kontribusi untuk negrinya sendiri, lalu dengan semangat temanku mengatakan, “kalo gw ya Shin, lebih baik hujan batu di negri sendiri daripada hujan duit di negri orang”.

Dan perkataannya membuatku tersenyum di rasa itu, what a nationalism…

MERDEKA!!!

*buat temanku; ga papa ya nit, ceritanya gw publish, sekedar sharing, semoga ada manfaatnya n semoga rasa nasionalisme gw sebesar elo, hehehe.... ayo kita S2 ke Jerman, hahaha*

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline