Lihat ke Halaman Asli

Sedikit Kekurangan Kurikulum 2013

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Kurikulum 2013, kurikulum baru yang menstandarkan supaya muridnya “belajar” sendiri, bisa dikatakan, guru disini tidak ikut andil dalam proses peningkatan belajar murid, namun juga memberi tugas yang sudah diatur di silabus, materi pun dari kelas atas diturunkan ke kelas bawah (dalam artian kata disini, murid belajar langsung dari atas).
Kita tahu, bahwa kurikulum ini termasuk kurikulum baru yang dicanangkan menteri pendidikan Muhammad Nuh agar pendidikan di Indonesia bisa maju. Namun, kenyataan berkata lain, tugas yang dibebankan dan murid yang harus “belajar” sendiri justru menambah beban stress pada murid, kesenjangan sosial pun tampak pada murid di dalam kelas, tampak si miskin dan si kaya pun saling berseberangan. Walaupun kurikulum ini punya kelebihan, namun di sisi lain, terlalu banyak kekurangan yang ditimbulkan oleh kurikulum ini, guru menjadi repot karena banyak nya tugas yang harus ia berikan, begitu juga murid yang kerepotan menyelesaikan tugas tiada henti. Rasanya, saya sebagai murid pun tidak tahu kapan harus bersenang-senang karena tugas yang melanda bak tsunami aceh tahun 2004.
Menurut perbincangan saya dengan teman-teman saya, teman sesame kota, teman beda kota, ataupun beda pulau, mereka jika ditanyai “bagaimana pelajaran mu? Apa kurikulum 2013 enak?” sontak mereka semua (ya, SEMUA!) menjawab “banyak banget tugas nya, aku diajar guru aja masih pusing, ini lagi ditambah cari ilmu sendiri”. Yah, dari perbincangan ini, kita dapat melihat, apa yang sebenarnya diingan oleh “Sang Menteri” berjalan bukan sesuai keadaan, melainkan berkebalikan dengan apa yang seharusnya.

Selanjutnya adalah masalah tentang tidak adanya pelajaran TIK, karena menurut “Sang Menteri” teknologi sudah melekat sangat pada semua orang tidak terkecuali, bahkan KEMENDIKNAS pun bilang “anak TK saja sudah pintar memegang tablet”. Disini adalah 1 lagi letak kesalahan kurikulum ini, dengan tidak diadakannya TIK karena alasan diatas, adalah alasan yang sama sekali tidak kuat. Mengapa? Yah mungkin anak TK sudah bisa bermain di tablet orang tuanya, tapi, apakah dia bisa mengotak-atik database? Atau mungkin coding? Letak kesalahan ini bisa sangat fatal, karena pandangan masyarakat Indonesia yang buruk dan juga pola pikir “cepat” KEMENDIKNAS. Salah satu diantara banyak orang yang mengeluh karena tidak ada TIK adalah saya. Mengapa? Ya, karena saya suka berkecimpung dengan komputer, saya ingin mengembangkan bakat saya lebih disana, tapi dengan tidak ada nya TIK, saya hamper membuang bakat saya. Bukan hanya begitu saja, apabila tidak ada TIK, maka generasi yang akan dating tidak mengerti akan hal hal yang ada di komputer, bagaimana internet bisa terjadi, bagaimana cara membuat sebuah halaman internet, dan masih banyak lagi. Semangat generasi penerus yang ingin menjadi programmer pun juga semakin menurun, dan bisa-bisa tidak ada lagi yang mau jadi programmer, padahal  pekerjaan paling dicari dan paling besar gajinya di tahun 2013 adalah programmer bukan dokter, karena sekarang banyak bidang pekerjaan (bukan banyak, tapi SEMUA!) menggunakan software.

Selanjutnya adalah tentang ekstrakulikuler pramuka yang di “WAJIB” kan. “karena kepribadian generasi muda saat ini yang semakin memburuk, maka pramuka diwajibkan guna memperbaiki generasi muda”, pernyataan berikut benar-benar SALAH. Media tanpa sadar telah meliput sebagian kecil dari generasi muda yang RUSAK saja, tetapi generasi muda yang HEBAT tidak satupun, ini membuat pemerintah yang hanya bergantung pada media berpikir, “hey, kenapa siswa siswi menjadi begini, terlalu buruk dan kotor” “aku harus mengganti kurikulum”, pernyataan bodoh seorang menteri yang tidak memikirkan generasi mudanya yang berprestasi di jagat internasional tidak diakui, membuat kurikulum baru ini menjadi aneh. Kenapa harus pramuka? Seseorang akan menjadi baik, apabila lingkungan yang ditempati nya kondusif. Beberapa dari teman saya, juga ada yang seperti diberitakan di media, namun semua (ya, lagi-lagi SEMUA!) dari mereka adalah broken home,  karena lingkungan sekitar yang tidak kondusif, akhirnya mereka  beralih ke kesenangan dunia. Banyak dari antara teman saya juga, tidak suka pramuka, mereka juga semakin malas mengikuti pramuka karena factor WAJIB. Di sekolah saya, pembina pramuka juga tidak teratur, maksud saya disini, harus nya pembina pramuka nya 2, tapi tiba-tiba muncul 1 entah darimana sebagai “bug” yang dating entah dari mana. Semakin buruk juga, pramuka yang wajib pun tidak ada biaya dari sekolah untuk membiayai kebutuhan pramuka.

Dan selanjutnya, yang paling ditunggu, adalah kurikulum itu sendiri, murid diajak untuk “belajar” sendiri. Yah, mau tidak mau, murid harus browsing internet, daaaannn…. Murid juga akhirnya mengeluarkan gadget masing-masing, gadget pun tergeletak dimana”, ada 1 atau 2 anak yang tidak memiliki gadget, dan… kesenjangan sosial pun semakin tampak, murid-murid pun, sebenarnya juga tidak “belajar” melainkan bermain. Tugas ini, tugas itu, presentasi, bahkan presentasi pun sebenarnya bukan presentasi, melainkan baca ppt didepan kelas, guru pun semakin pusing karena banyak nilai yang harus dimasukkan. Saya kira itu yang harusnya diexpose kepada seluruh warga Indonesia. Jgn menggunakan system pendidikan yang sekarang ini berjalan, lihatlah system pendidikan, katakanlah singapura, meskipun saya pada waktu berkunjung disana, tidak ada yang special, tapi murid disana bisa mendalami ilmu, dan bukan hanya kejar bab 1 hari 1 bab, 1 bab bisa 1 bulan, dan itu sangat mendalam, selama ini pendidikan Indonesia dapat mencetak orang pintar, tapi bukan pintar ke dalam, tapi pintar di permukaan saja, sehingga, koruptor pun marak di Indonesia.

Jadi intinya, kalau mau maju, sebaiknya langsung saja golongkan anak itu pada saat SMA, biarkan mereka memilihh apa yang mereka senangi, supaya Negara ini juga maju, generasi nya unggul, dan berkepribadian unggul. Biarkanlah TIK tetap ada, supaya teknologi informasi di Indonesia juga bertambah unggul, supaya makin banyak programmer Indonesia sukses dan membanggakan Negara, supaya banyak pelindung website di Indonesia, bukan hanya orang yang sekedar menggunakan dan menyalakan, tapi tidak tahu apapun tentang seluk beluk teknologi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline