Menjalankan Ibadah keagamaan menjadi persoalan beberapa waktu terakhir. Kelompok agama tertentu acapkali tidak bebas melakukan ibadah seturut ajaran agamanya. Kelompok Intoleran makin berani bahkan secara terbuka mengelar aksi pembubaran, pelarangan dan melakukan sweeping tempat ibadah. Lebih ironis lagi pemerintah tidak melakukan apa apa dengan situasi itu. [caption id="attachment_214814" align="aligncenter" width="355" caption="Rapat Akbar Muslim Bekasi Siapkan Aksi 10.000 Massa Tolak Gereja Liar . Sumber : s4ngpecinta.blogspot.com"][/caption] Pada Rabu (12/12) Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengecam aksi sweeping terhadap ibadah jemaat Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Betania, Gereja Kemah Injili Indonesia, Jemaat Filadelfia, Jemaat Maranatha, Gereja Pentakosta di Indonesia, dan penyegelan Gereja Katolik di Rancaekek, Bandung. PGI menilai, aksi anarkis oleh aktivis Front Pembela Islam dan Gerakan Reformasi Islam (Garis) itu menunjukkan bahwa negara dan pemerintah kehilangan kewiwabawaan menegakkan konstitusi. Sebab, konstitusi Indonesia yang disepakati para pendiri bangsa ini, yakni UUD 1945 menjamin kebebasan memeluk dan menjalankan agama dan kepercayaan. PGI mempertanyakan kewenangan kelompok tersebut melakukan aksi sweeping terhadap kegiatan ibadah jemaat gereja yang sudah sekian lama mengurus izin pembangunan rumah ibadah, tetapi justru dipersulit. PGI mendesak pemerintah melalui kepolisian untuk menghentikan aksi anarkis tersebut. Ketua Umum The Wahid Institute Yenny Zannuba Wahid perna mengecam keras aksi sweeping oleh ormas keagamaan yang menamakan diri FPI, Forum Umat Islam (FUI), dan Garis tersebut. Yenny mendesak aparat keamanan untuk bertindak tegas kepada kelompok-kelompok keagamaan yang melakukan tindakan main hakim sendiri dan usaha-usaha untuk membatasi seseorang untuk menjalankan ibadah. Menurutnya, kalaupun memang terbukti rumah-rumah tersebut tak berizin, kelompok-kelompok tersebut tidak berhak melakukan penyegelan. Tindakan beribadah di rumah yang diduga tak berizin itu sangat mungkin terjadi akibat sulitnya mendapatkan izin, karena alasan-alasan yang diskriminatif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H