Lihat ke Halaman Asli

Chazali H Situmorang

TERVERIFIKASI

Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

BPJS Kesehatan dan Bola Panas Fraud 20 Triliun

Diperbarui: 30 September 2024   01:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pengantar;

Tulisan ini refleksi 10 tahun BPJS Kesehatan yang penuh dinamika, derita dan duka. Ada pihak yang tidak suka tetapi jutaan orang yang tertolong, dengan berbagai penyakit katastropik di semua lapisan masyarakat.

Saat ini BPJS Kesehatan sudah berusia 1o tahun. Sejak diluncurkan oleh Presiden SBY akhir Desember 2013, di Istana Bogor. Saya termasuk saksi sejarah yang turut hadir sebagai Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional dan juga  Deputi Bidang Perlindungan Sosial, dan Penanganan  Kemiskinan Kemenko Kesra, pada peluncuran BPJS Kesehatan dan ketenagakerjaan.

Sejak itulah PT.Askes sudah "dikuburkan" dan berganti nama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dan seluruh Direksi PT.Askes tetap sebagai Direksi BPJS Kesehatan, demikian juga para Komisaris menjadi Dewan Pengawas  dengan penambahan personil yang ditetapkan oleh Pemerintah. Sebagai suati masa transisi.

Sepuluh tahun yang lalu, memang BPJS Kesehatan sudah menjadi bayi raksasa dengan peserta 121 juta jiwa ( berasal dari Jamkesmas, TNI/Polri, ASN, BUMN dan Jamkesda). Adapun faskes primer (FKTP) yang otomatis bekerjasama dengan BPJS Kesehatan seluruh  Puskesmas, Faskes sekunder (FKTL) milik Pemerintah, BUMN, Pemda dan TNI/Polri.

Sekarang ini, dalam usia 10 tahun, BPJS Kesehatan bukan saja bayi raksasa, tetapi remaja raksasa, dengan jalan yang sudah terseok-seok karena memikul berat badan yang tambun dengan beban 260 juta (95%) penduduk Indonesia. Mungkin ini angka kepesertaan jaminan sosial kesehatan yang terbesar se-dunia.

Jalannya juga selama lima tahun tahun pertama tidak lancar-lancar amat. Pemerintah khususnya Kementerian Keuangan tidak begitu yakin dengan kinerja BPJS Kesehatan. Untuk mendapatkan besaran iuran  PBI saja, iritnya setengah mati.

Bagaimana beratnya DJSN meyakinkan Kemenkeu untuk besaran PBI yang sesuai dengan nilai keekonomian. Di DJSN  berkumpul para ahli ekonomi kesehatan, Aquaris, Ahli Jaminan Sosial sampai dengan pejabat pemerintah mewakili Kemenkeu, Kemenkes, Kemenaker, Kemensos, dan Kemenhan. Maaf tidak direspon dengan baik. Menkeu waktu itu berasumsi dengan pengalaman negara Yunani, sosial security di Indonesia akan bangkrut.

Kami katakan, Program JKN BPJS Kesehatan benar-benar bangkrut kalau iuran PBI yang diberikan untuk 96,4 juta jiwa orang miskin, hanya Rp. 15 ribu PO/PB .

Analisis kami terbukti, BPJS Kesehatan sejak 2014 sampai 5 tahun dilanda defisit pembiayaan. Euphoria masyarakat untuk menikmati pelayanan gratis di Rumah Sakit yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Tunggakan pembayaran ke Rumah Sakit ada sampai 6  bulan, dan bahkan BPJS Kesehatan bekerjasama dengan Bank meminjamkan uang ke RS-RS sebagai dana talangan.

Belakangan Menkeu menyadari, bahwa defisit itu tetap terjadi ( kami menyebutnya bleeding) walaupun berbagai efisiensi pembiayaan sudah dilakukan. Kunci persoalannya adalah ratio uang iuran yang jomplang dengan besarnya biaya pelayanan kesehatan yang dilakukan dengan sistem Ina-CBGs.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline