Lihat ke Halaman Asli

Chazali H Situmorang

TERVERIFIKASI

Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Implikasi Putusan MK dalam Pelayanan Publik

Diperbarui: 2 Desember 2021   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi | sumber: envato elements

Putusan MK, Nomor 91/XVIII/2020, dalam Amar Putusan, ada sembilan poin. Yang ingin kita cermati adalah poin 3, 4, 5, 6, dan 7 yang berdampak langsung dalam mendapatkan kepastian hukum, keadilan, efektifitas, dan efisiensi pelayanan publik oleh pemerintah.

Dari 5 poin itu, poin 3, 5, dan 6 clear, dan dapat dipahami, serta tidak menimbulkan multitafsir. Jangka waktu 2 tahun, merupakan tenggang waktu yang diberikan MK, untuk konstitusional atau tidaknya UU Nomor 11 Tentang Cipta Kerja.

Dalam konteks untuk keberlangsungan pelayanan publik dimaksud, kita cermati poin 4 yaitu: "Menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini"; memberikan makna yang mudah dipahami bahwa UU Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja, tentu beserta dengan turunannya (PP) yang telah diterbitkan masih berlaku selama tenggang waktu 2 tahun, terhitung 25 November 2021.

Sekarang kita cermati poin 7 yaitu: "Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja".

Kalau pada poin 4 menyatakan UU Cipta Kerja masih berlaku sampai dengan 25 November 2023, beserta turunan (PP) yang sudah diterbitkan sampai dengan 25 November 2021, tentu isi PP itu merupakan berbagai tata cara dan mekanisme pelaksanaan yang dilakukan baik bersifat administrasi maupun strategis yang berdampak luas untuk kepentingan publik.

Contohnya PP 36/2021 Tentang Pengupahan, PP 37/2021 Tentang Program JKP, dan PP lainnya masing-masing sektor terkait seperti kelistrikan.

Pemerintah telah dan sedang menerapkan berbagai PP itu dalam melaksanakan kebijakan pelayanan publiknya, tentunya tidak terlepas dari tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas. Dalam kasus PP 36/2021, penetapan upah yang memberikan dampak luas penolakan dari buruh merebak di berbagai daerah.

Merujuk pada poin 4 itu juga, Presiden Jokowi menegaskan menghormati putusan MK. Dan tetap melaksanakan dan menerapkan UU Cipta kerja sampai 2 tahun kedepan.

Tetapi persoalan tidak sampai di situ. Pada poin 7 "Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas..." memberikan makna "menghentikan langkah pemerintah melakukan kegiatan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas terhitung 25 November 2021". Langkah/kebijakan dimaksud dilakukan pemerintah dalam rangka menerapkan PP turunan UU Cipta Kerja yang dinyatakan masih berlaku.

Walaupun Presiden menyatakan jalan terus laksanakan UU Cipta Kerja, tapi bagi para birokrat/penyelenggara negara tidak begitu saja mau melaksanakannya karena adanya "ranjau" poin 7 itu. Lingkungan strategis yang dihadapi para birokrat belakangan ini, tidak dalam situasi rasa aman dan nyaman dalam melaksanakan kebijakan pemerintah.

Ambiguitas antara poin 4 dan 7 Amar Putusan MK itu, perlu segera dicarikan jalan keluarnya. Jika tidak, kewibawaan pemerintah akan tereduksi dengan melambatnya implementasi kebijakan UU Cipta Kerja. Ada kebiasaan penyelenggara negara/birokkrasi untuk bermain di wilayah confort zone, agar mereka tidak menjadi "korban" kebijakan, yang terkadang datangnya tidak waktu dekat, tetapi pada waktu mendatang saat mereka tidak menjabat lagi atau sudah pensiun.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline