Di koran utama nasional (15/6/2020), menampilkan berita yang menarik dengan judul "SAMA RASA JAMINAN KESEHATAN" dan juga sudah saya tulis di artikel berjudul " PERINTAH UU SJSN, JKN UNTUK RAWAT INAP GUNAKAN KELAS STANDAR, BUKAN KELAI, II DAN III, tanggal 9 September 2019 yang lalu, dan juga pada tulisan lainnya terkait dengan JKN.
Intinya lihat pasal 23 ayat 4 dan 5 UU SJSN yang berbunyi " Dalam hal peserta membutuhkan rawat inap di rumah sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan berdasarkan kelas standar". Ketentuan lebih lanjut tentang ayat (4) tersebut dalam ayat (5) menyatakan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Presiden.
Dalam berita tersebut Menkes Terawan, berkeinginan melebur kelas kepesertaan BPJS Kesehatan secara bertahap hingga Desember 2020. Dalam sistem kelas tunggal, besaran iuran dan pelayanan akan diseragamkan. Untuk menekan defisit, cakupan layanan berpotensi berkurang.
Benarkah dengan kelas tunggal dan penyeragaman iuran dan pelayanan kesehatan, berpotensi cakupan pelayanan kesehatan berkurang?.
Jawabannya, kalau merujuk pada UU SJSN dan UU BPJS, cakupan layanan kesehatan tidak boleh berkurang. Harus merujuk pelayanan kesehatan dengan menggunakan dua parameter yang tercantum dalam pasal 19 (ayat 2), dan Pasal 22 (ayat 1).
Parameter pasal 19 (ayat 2), menegaskan bahwa peserta mendapatkan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan. Parameter ini jelas maknanya bahwa peliharalah kesehatan peserta sesuai dengan kebutuhan dasar (elementer), untuk dapat tetap sehat, jasmani dan rohani ( fisik dan mental).
Parameter kedua terkait hak peserta itu, pada pasal 22 (ayat 1), memberikan batasan cakupan pelayanannya yang komprehensif mulai dari promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Termasuk hak untuk mendapatkan obat dan bahan medis pakai lainnya, sesuai dengan keperluannya.
Perpres JKN yang ada dan sudah berganti berulang-ulang, tidak pernah menyinggung dan merujuk pada pasal 23 ayat 4 dan 5. Sepertinya sesuatu yang sulit untuk dilaksanakan oleh pemerintah.
Pemerintah (baca Kemenkes), asyik bermain-main dengan kelas 1,2, dan 3, yang berakibat juga adanya tarif kelas 1, 2, dan 3, yang menimbulkan berbagai persoalan rumitnya menghitung besarnya biaya kesehatan untuk JKN.
Dengan pola tarif kelas 1, 2, dan 3 yang eksisting saat ini, juga tidak sesuai pasal 2 UU SJSN, yang mengedepankan asas kemanusiaan, asas manfaat dan asas keadilan sosial. Adanya stratifikasi kelas perawatan itu tidak dapat dihindari perbedaan perlakuan pelayanan medis maupun non medis bagi mereka yang membayar dengan tarif yang berbeda, karena hal itu menunjukkan kelas perawatan yang berbeda.
Perbedaan perlakuan ini, jika dibiarkan akan menyuburkan terjadi moral hazard bahkan fraud dalam pelayanan peserta JKN di faskes. dan hal tersebut sudah terjadi, sejak 3-4 tahun belakangan ini.