Sejak malam tadi sampai hari ini menjelang diberangkatkannya jenazah Alm B.J.Habibie ke Makam Pahlawan Nasional Kalibata, ribuan masyarakat berbagai lapisan, terdidik, akademisi, tokoh agama, tokoh masyarakat, pejabat, pensiunan pejabat, pendukung dan lawan politik, dan yang pasti mereka yang pernah mengenyam pendidikan tinggi yang di akses Habibie baik finansial dan non finansial, berkumpul di Jl Patra Kuningan di Rumah Habibie, takziah. Ada yang berdoa di depan jenazah, ada yang turut mensholatkan Jenazah sembari berdoa agar BJ Habibie husnul khotimah diterima sang Khalik.
Di beberapa media TV, termasuk TVOne, tidak henti-hentinya mewawancarai mereka-mereka yang terpapar dengan Habibie secara langsung maupun tidak langsung. Semuanya kompak menyebutkan kehebatan, keikhlasan, keramahan, ketegasan, kemandirian dan integritasnya seorang Habibie. Kalaupun ada yang singgung soal lepasnya Timtim, hanya bersifat sama-samar.
Rasa duka yang mendalam dari rakyat dan bangsa Indonesia diungkapkan mulai dari Presiden, mantan Presiden sampai rakyat kecil yang ditunjukkan dengan kehadiran ke rumah duka, dan pendapat mereka yang diwawancarai TV di lokasi rumah duka.
Rasanya kita tidak pernah membayangkan penghargaan rakyat yang luar biasa itu, bahkan secara spontan disebut sebagai Bapak Demokrasi Indonesia, karena begitu totalitasnya memberikan kebebasan kepada rakyat dalam situasi kekuasaan ada dalam genggaman Habibie.
Ada tiga fase kehidupan Habibie sejak pulang ke Indonesia tahun 1974 dari Jerman. Fase pertama adalah membangun teknologi sebagai Kepala BPPT dan Menristek, yang berlangsung puluhan tahun dan menghasilkan anak bangsa yang jago teknologi, dan berhasil memproduksi dan menerbangkan pesawat yang dibuat sendiri oleh anak bangsa. Kehebatan kemampuan teknologi Habibie diakui dunia, dan berhasil menempatkan Indonesia sebagai negara yang disegani dan eksis dalam dunia dirgantara.
Walaupun akibat krisis moneter dan penandatanganan MoU dengan IMF, langkah Habibie mengembangkan industri pesawat terbang tertahan, yang menyebabkan Habibie kecewa dan terpukul, tetapi tidak menghilangkan semangat untuk meneruskan tekad kedirgantaraan tersebut melalui anaknya Dr. Ilham Hbaibie.
Fase kedua saat menjadi Presiden, Habibie tidak sempat membenahi dunia dirgantara karena menyelamatkan ekonomi yang hampir ambruk. Usahanya berhasil dengan menekan kandas kurs dollar amerika dari Rp. 16.500 per satu dollar, menurun tajam menjadi Rp. 6.500.- per satu dollar. Prestasi yang tidak pernah dicapai oleh Presiden berikutnya, sampai Presiden saat ini.
Bukan bidang ekonomi saja, tetapi membangun demokrasi yang luar biasa. Membebaskan tahanan politik tanpa syarat, koran tidak perlu SIUPP, mendirikan partai sebebas-bebasnya. Wajar jika diberikan Reward sebagai Bapak Demokrasi Indonesia.
Pandangan demokrasi Habibie bukan saja dalam membuat kebijakan, tetapi dibuktikannya dengan sikapnya terhadap berbagai serangan, cercaan, ejekan, hujatan, karena kebijakannya melakukan Referendum Timtim dan akhirnya lepas, serta tuduhannya sebagai bagian dari Orde Baru. Tetapi Habibie menghadapi dengan senyum, sabar dan tidak menggunakan kekuasaannya, apalagi mengancam dengan tuduhan makar, tidak pernah terlintas dalam pikiran Habibie.
Langkah Habibie mendirikan ICMI dan menjadi Ketua pertama, sebagai upaya pemberdayaan intelektual muslim yang mencintai Iman dan taqwa, dan menempatkan intelektual muslim sebagai elite umat Islam yang memajukan dan mencerdaskan serta peningkatan ekonomi umat, mendapat sambutan dari semua kelompok Islam, kecuali mereka yang Islam Phobia yang kerap saja memberikan komentar miring, Dan semua nyinyiran miring dijawab oleh Habibie dengan Iptek dan Imtaq.
Puncak kenegaraan,egaliter serta integritasnya Habibie, ditunjukkan dengan sikapnya yang gentleman saat sidang MPR, Habibie memasuki ruangan sidang, disoraki dengan uh.....oleh sebagian peserta sidang dan tidak berdiri, tetapi dibalas Habibie dengan lambaian tangan. Demikian juga laporan pertanggungjawabannya tidak diterima, Habibie tidak menunjukan bahasa tubuh dan mimik yang marah dan tersinggung. Akhirnya Habibie memutuskan untuk tidak ingin dicalonkan lagi sebagai Presiden walaupun ada partai yang ingin mencalonkannya.