Lihat ke Halaman Asli

Industri UKM vs Liberalisasi APEC

Diperbarui: 24 Juni 2015   06:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Banyak pihak yang bertanya kepada hasil konfrensi tingkat tinggi kerjasama ekonomi negara Asia-Pasifik (KTT APEC) di Nusa dua, Bali yang mengusung tema “ Resilient Asia-Pasific, Engine of Global Growth “ dalam KTT APEC memiliki tujuh point strategis kesepakatan yang menjadi prioritas KTT APEC 2013.

Pertama, menggandakan upaya untuk mencapai Bogor Goals pada 2020. Kedua, berfokus pada meningkatkan perdagangan intra-APEC atau antar kawasan perdagangan. Ketiga, mempercepat konektivitas fisik, institusional dan orang-orang. Keempat, memperjuangkan pertumbuhan global yang kuat, seimbang, dan inklusif. Kelima, meningkatkan kerjasama dalam ketahanan pangan, energi, dan air. Keenam, menyinergikan APEC dengan proses multiliberal dan kesepakatan kawasan lain. Ketujuh, meningkatkan kolaborasi yang erat antara pemerintah dengan sektor bisnis.Salah satu isu strategis yang bisa dimanfaatkan dalammeningkatkan perekonomian indonesia adalah mendorong pembangunan usaha kecil-menengah ditengah marak dan mewah dari KTT APEC tersirat sisi lain yang dapat menjadi bola meriam yang dapat merobohkan tembok perekonomian indonesia, yaitu menyangkut nasib UKM, menggulirkan dua dampak yang saling kontradiktif. Sisi positifnya adalah UKM di indonesia akan tumbuh berkembang dipasar global tetapi sisi lainnya adalah ketika UKM kurang memiliki daya saing dari barang (produk) tidak bisa menembus pasar global maka akan rentan karena kemampuan untuk berkompetisi yang minim dan tergilas dengan derasnya arus liberalisasi dan industrialisasi perdagangan di indonesia. Dengan adanya keputusan APEC dan dengan mekanisme pasar globalnya maka beberapa tahun kedepan indonesia dan UKM akan mendapat ujian dari produk impor dari luar negeri, inilah mekanisme pasar global.

Bagi indonesia potensi dan peluang pengembangan industri kecil dan menengahsangat besar karena melimpahnya sumber daya alam dan dengan targetan dari KTT APEC inilah industri kecil-menengah akan mendapatkan ruang untuk meningkatkan ekspor, mutu, dan produk. Tetapi timbul pertanyaan besar, apakah ruang ini dapat dimanfaatkan dengan baik atau justru mematikan UKM itu sendiri. Saat ini, jumlah pelaku UKM di indonesia yang berhasil melakukan ekspor ke negara tetangga sekitar 7300-7600 UKM. Angka tersebut terhitung masih sangat minim dan total seluruhnya yaitu 56,5 juta. Kontribusi sektor UKM terhadap dapur nasional 1998-2012 rata-rata masih dibawah 20 persen. Angka yang masih cukup kecil karena berbanding terbalik dengan banyaknya UKM di indonesia. Perlu adanya peningkatan kualitas produk didalam negeri untuk dapat bersaing dengan produk asing.Ada beberapa masalah yang dialami sektor UKM, antara lain permodalan, kurang terampilnya tenaga kerja, sulitnya akses ke lembaga keuangan, minimnya penguasaan teknologi, sulitnya akses terhadap pasar global. Masalah-masalah tersebut adalah masalah-masalah internal dalam negeri terkait UKM yang belum terselesaikan. Dengan bergabungnya indonesia dengan APEC maka tidak menutup kemungkinan timbul dugaan masalah eksternal baru bagi perkembangan UKM itu sendiri. Indonesia seyogyanya harus berkaca dari china, faktanya indonesia belum memiliki blue print yang jelas mengenai sektor mana dari UKM di indonesia yang ingin ditumbuh kembangkan dalam menyambut persaingan pasar global, bedanya dengan china mereka membuka distrik dari sektor-sektor industri UKM mereka sehingga terfokus dan dapat dikembangkan dengan baik. Sangat mengherankan memang ketika permasalahan internal dari sektor UKM itu sendiri belum terselesaikan dengan baik tetapi pemerintah memutuskan untuk terjun dalam kerasnya pasar global dengan semua mekanismenya.

Meski kontribusi UKM terhadap perekonomian nasional masih kecil, ada sejumlah keunggulan, yaitu usaha kecil tidak begitu terpengaruh oleh gejolak krisis ekonomi, karena mereka tidak banyak bergantung pada komponen impor, tidak bergantung pada utang luar negeri, serta memiliki muatan lokal yang tinggi. Sehingga pemerintah perlu mendorong sektor UKM agar lebih siap untuk berperang dengan serangan pasar global dan semakin berperan dalam menopang perekonomian indonesia melalui peningkatan ekspor. Kontribusi UKM bagi penguatan ekonomi daerah pun sangat besar, sehingga perlu upaya penguatan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.

Raynaldo Ghiffari, Mahasiswa Komunikasi, Universitas Nasional




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline