Dewasa ini, pendidikan bukan merupakan suatu hal yang dapat diremehkan. Bukan merupakan hal yang "tidak mungkin" di raih oleh semua orang. Bukan lagi hal yang sulit dan mahal. Setiap orang berhak menempuh pendidikan untuk menggapai cita-citanya. Perspektif negative tentang pendidikan pun mulai pudar seiring berjalannya waktu.
"saya tidak sekolah dari kecil mbak, wong orang tua saya ngga punya uang buat nyekolahin saya. Jadi saya ya bantu orang tua di sawah sama di ladang. Ya lumayanlah buat cari makan." cerita mbah Tugimin, 68 tahun.
Namun, seiring berjalannya waktu.
"ya saya punya anak 2 perempuan mbak, tapi satunya sudah meninggal kemarin pas gempa tahun 2006. Satunya sudah kuliah di universitas negeri di Yogyakarta. Gimana ya, saya ini sebenernya ngga bisa mbaca mbak. Anak saya sekolah pun karena ada program wajib belajar. Dulu saya keberatan untuk menyekolahkan anak saya karena saya pikir ya buat apa sekolah wong ujung-ujungnya menikah, ngurus anak di rumah.
Tapi ya setelah mendengar beberapa omonganlah dari orang lain mengenai pendidikan akhirnya saya memperbolehkan anak saya sekolah lagi setelah SMA ya mudah-mudahan buat memperbaiki nasib manatau ngga seperti orang tuanya, tapi pakai jalur Bidikmisi. Soalnya kalau ngga pakai jalur itu nanti kita makan apa hahaha."
Bagi sebagian orang, pendidikan bukanlah hal yang penting. Namun sebagian orang pendidikan justru amat sangat penting guna bekal di masa depan. Mengapa ? seiring berkembangnya zaman, dunia semakin modern. Jika kita tidak berusaha mengimbanginya, kita akan sangat mudah "dibodohi" orang lain.
Lantas, bagaimana alternatif bagi keluarga miskin yang tidak mampu sama sekali dalam hal pendidikan ?
Di Yogyakarta, seorang peneliti bernama Aya yang pada saat itu meneliti sesuatu di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, merasa iba ketika melihat anak-anak diperempatan MM UGM yang berjualan koran. Anak-anak yang seharusnya pada saat itu mengenyam pendidikan di ruang kelas, kini harus berjualan koran demi sesuap nasi. Hati Aya tersentuh dan berpikir "apa yang harus saya lakukan untuk membantu mereka?"
Aya bersama beberapa temannya dari Indonesia maupun dari luar Indonesia pun tergerak hatinya untuk memberi sedikit bantuan pendidikan kepada mereka yang memang tidak mampu bersekolah secara finansial. Awal mula gerakan mereka ini adalah membuka kelas komputer di suatu daerah di Yogyakarta, dengan tujuan untuk mengenalkan dunia digital.
Namun hal ini dirasa kurang efektif karena banyak anak yang rebutan untuk menggunakan komputer. Langkah selanjutnya, Aya bersama teman-temannya mengunjungi daerah Kricak Yogyakarta dimana daerah ini terkenal dengan daerah termiskin dan tertinggal menurut informasi yang di dapatkan Aya waktu itu.
Aya bersama teman-temannya mengajak ibu-ibu penduduk di daerah Kricak untuk membuat kerajinan tangan yang dapat di jual sehingga menghasilkan uang untuk meningkatkan kesejahteraan perekonomian mereka.