Kemiskinan dan krisis ekonomi melanda kehidupan di masa pandemi covid-19. Banyak orang yang kekurangan makanan atau kelaparan. Begitu banyak orang yang berteriak minta tolong agar dikasihani dengan diberikan sembako. Begitu banyak orang yang membutuhkan belaskasihan di masa pandemi. Yang menyekolahkan anaknya kerepotan dalam memfasilitasi kebutuhan sekolah anak, mulai dari biaya uang sekolah, perlengkapan dan sebagainya. Begitu banyak yang membutuhkan bantuan dari kita yang memiliki kelebihan. Akan tetapi di tengah situasi yang krisis itu, masih ada konsep pemikiran untuk menjadi pribadi yang kaya dan yang terkaya diantara yang kaya. Keinginan untuk kaya jika dengan tetesan keringat, berjuang tidak menjadi persoalan, yang menjadi persoalan adalah mengambil uang orang. Uang siapa, ya uang kita semua.
Korupsi masih sering terjadi di masa pandemi ini. bukan hanya korupsi dalam hal materi seperti uang. Korupsi waktu juga sering terjadi dengan alasan pandemi, jaringan tidak bagus dan sebagainya. Dan korupsi yang terbesar adalah korupsi uang. Bukan dalam angka atau jumlah yang kecil akan tetapi dalam jumlah yang besar. Lantas, dimanakah hati nurani mereka yang melakukan korupsi di masa pandemi ini?
Di tengah pandemi ini ada banyak orang yang bukan orang yang memiliki kelebihan harta hidup dengan berbagi, mereka memberikan apa yang menjadi kelebihan mereka untuk orang lain. Di dalam mereka ada jiwa sosial. Meskipun memberi dari kekurangan mereka. Yang ada dalam pikiran mereka ini yang membagikan kepunyaan mereka adalah demi sesama manusia. Dengan melihat realitas ini, kita dapat merenungkan bahwa orang kecil penuh dengan ketulusan, karena mungkin mereka merasakan yang namanya penderitaan hidup.
Mereka yang berkuasa tidak merasakan yang namanya penderitaan hidup dan terus hidup dalam kemewahan. Kalau hidup dalam kemewahan mengapa masih mengambil harta orang kecil? Tidakkah puas dengan harta yang bertumpuk di bank, di tas, atau dengan mobil mewah di garasi, rumah mewah dan sebagainya. Ataukah mungkin ada perlombaan di kalangan orang tertentu mengenai harta terbanyak, dan untuk memperbanyak caranya dengan mengambil kepunyaan orang.
Saya sebagai mahasiswa di tengah pandemi ini hidup penuh penderitaan. Saya merasakan yang namanya krisis. Orang tua tidak memiliki penghasilan karena pandemi ini. kekurangan yang ada pada diri saya ini membuat saya hidup dalam kehematan. Saya terkesan dengan seorang ibu yang membuka warung. Saya membeli lauk di ibu itu dan dia mengetahui saya mahasiswa, dia selalu memberikan harga termurah atau kurang dari harga asli dari lauk itu. Saya pun bertanya kepada ibu ini, ibu mengapa ibu menjual dengan harga yang murah kepada saya? Dia menjawab, kita hidup di masa krisis, kamu sebagai mahasiswa pasti sangat mengalami krisis juga, dan saya memberi bukan karena saya memiliki kelebihan. Jawaban ini menurut saya sangat mendalami dan menjadi permenungan pribadi bagi saya. Tidakkah orang yang hidup kemewahan berprinsip demikian. Kalau mereka berprinsip hidup demikian, betapa diselamatkan mereka yang hidup dalam kekurangan di masa pandemi ini.
Apabila benar ada yang melakukan korupsi di masa pandemi ini dan terbukti kebenarannya. Betapa terlukanya hati rakyat melihat itu. Betapa terlukanya hati rakyat menonton berita mengenai hal itu. Kita patut bertanya sebagai rakyat kecil, mengapa terjadi korupsi? Itu yang menjadi pertanyaan keci kita yang perlu dijawab.
Dengan demikian menurut saya untuk mencegah terjadinya korupsi entah korupsi uang, waktu dan sebagainya, peru dilakukan pendidikan kedisplinan di sekolah. Anak-anak sekolah di didik dengan tegas untuk disiplin dalam segala hal dan apabila ada yang melanggar diberi sangsi yang tegas misalnya membuat tulisan, di skor dan nilai di potong dan sebagainya. Mental dari anak-anak sekolah harus direvolusi sejak dini. Harapannya mudah-mudahan di masa yang akan datang tidak terjadi kasus korupsi lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H