Lihat ke Halaman Asli

Sirilus

pencinta budaya terutama budaya Manggarai dan filsafat. Juga ingin studi antropologi.

Situasi Krisis, Harga Tetap Naik, Sikap Kemanusiaan Diutamakan

Diperbarui: 30 April 2020   00:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Ramadhan tahun ini berada dalam kondisi yang sangat sulit, virus korona menjadi penyebab dari semua ini. Di tengah situasi kritis ini, kebutuhan kita akan barang-barang makanan konsumsi sehari-hari tetap ada. Situasi krisis seperti ini menjadi peluang bagi yang lain untuk mengambil keuntungan dan berpeluang menjadi pribadi yang kaya. 

Menjadi kaya di tengah situasi yang krisis memang hebat, bukan? Tentu hebat sekali. Inilah yang dimanfaatkan oleh sebagian orang. Harga barang-barang makanan di sekitar pun melonjak naik. Misalnya saja salah satu barang yang menjadi kebutuhan pokok kita sekarang adalah masker. Harganya berlipat-lipat dari biasanya. Belum lagi barang makanan untuk menambah energi kita. Dimanakan sikap kemanusiaan kita? Inilah yang mesti menjadi pertanyaan permenungan kita.

Harga barang-barang yang semakin naik ini, membuat tabungan kita terkuras habis. Pengeluaran yang besar sedangkan pemasukan tidak ada. atau boleh dikatakan bahwa pengeluaran stabil dan pemasukan tidak ada.  Harga barang-barang yang tinggi ini membuat orang tidak berdaya dan terpaksa untuk mengurangi porsi makan dan bahkan bisa tidak makan sama sekali. Tentu tidak ada pihak yang patut dipersalahkan secara sepihak disini. Karena memang situasi lagi krisis.

Harga naik, Hemat

Untuk para pedagang yang masih berjualan, dissatu sisimasih bisa berjualan dan dengan harga yang tinggi. Yang patut menjadi pertanyaan kita adalah bagaimana jika tidak ada pembeli? Misalkan saja: harga Lombok dan tomat naik berlipat-lipat. Kalau pembelinya tidak ada. barang ini akan dikemanakan. Yang ada barang ini tentu akan rusak, hancur dan tidak layak dikonsumsi. Yan rugi tentu penjual. Pola pemikiran pembeli dalam hal ini adalah hemat.

Hemat untuk tidak makan barang yang tidak menjadi kebutuhan pokok, atau tidak terlalu berpengaruh. Hemat dalam hal ini ada dua, diantaranya: hemat uang dan hemat penyakit. Hemat uang, dan dapat dianggarkan untuk membeli barang yang dapat dikonsumsi saja, atau tidak menuntut agar makan nasi dan lauk. Biar makan nasi da sayur saja. Hemat penyakit. Hemat penyakit disini, karena tidak sering keluar rumah untuk berbelanja jadi tidak ada kecemasan dalam diri bahwa takut terkena virus korona. Jadi aman.

Sikap Kemanusiaan

Di landa krisis seperti ini, mungkin sebaiknya yang kita utamakan adalah sikap kemanusiaan kita, untuk peduli terhadap sesama manusia yang membutuhkan. Sikap kemanusiaan sebagai makhluk yang bermartabat.  Kita tidak mungkin menginginkan ada orang yang mati kelaparan di tengah jalan. 

Kita tidak mungkin mampu melihat orang yang tidak mampu berjalan karena tidak berenergi. Sebagai sesama manusia kita mesti saling memperhatikan satu sama lain. salah satunya dengan memperhatikan harga barang yang menjadi kebutuhan pokok orang sekitar kita. 

Sesuaikan harga jual kita dengan situasi ekonomi dari orang yang berada disekeliling kita. Kita mesti menyadari bahwa orang di sekitar kita tidak ada pemasukan dibandingkan kita yang masih mencari uang. Tentu karena pekerjaan kita masih bisa dijalankan, tidak berada dalam ancaman saat menjalankannya.

Kemudian sebagai penjual yang ada harus rasa syukur, karena kita masih diijikan untuk berjualan dibandingkan yang lain. Sebagai bentuk rasa syukur kita, pedulilah dengan orang sekitar. Bukan untuk memanjakan tetapi karena situasi yang ada. apabila harga barang tetap stabil seperti biasa, orang-orang sekitar pasti agak mampu untuk membeli. Ya mungkin karena anggaran mereka saat bekerja sudah dianggarankan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline