Lihat ke Halaman Asli

Charly Janggur

saya Fransiskus Charly Janggur, mahasiswa Sekolah Tinggi Filsafat dan Teologi Widya Sasana Malang

New Normal dan Budaya Lama-(Lonto Leok)

Diperbarui: 14 November 2022   14:52

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Persoalan yang tidak pernah putus dan selalu di bicarakan akhir-akhir ini adalah situasi pandemic. Situasi pandemic sangatlah berpengaruh bagi kehidupan setiap orang. Bahkan pandemic telah menghambat dan merampas ruang gerak masyarakat pada umumnya dalam setiap melakukan aktivitas sehari-hari. Tidak hanya sampai disitu, pandemic telah merusak kehidupan para mahasiswa yang mengharuskan para mahasiswa untuk terkekang dalam situasi yang membosankan.

Kebiasaan mahasiswa tentu tidak lain selain beraktivitas di kampus. Baik mulai dari kegiatan belajar mengajar, kegiatan ekstra curricular, dan kegiatan lain-lainnya. Melalui kegiatan seperti ini, mahasiswa semakin mendapat kebebasan dalam mengekspresikan diri demi mencapai apa yang menjadi tujuan sebagai mahasiswa. Seperti yang dialami oleh beberapa mahasiswa yang kuliah di universitas sekitar kota malang (Universitas Tribhuwana Malang, Universitas Merdeka Malang dll), bahwa dengan munculnya virus Corona di dunia pendidikan akan menimbulkan berbagai kategori permasalahan yang dihadapi mahasiswa, yaitu: akademik, pribadi, keluarga, dan sosial.

Keresahan mahasiswa pada situasi pandemic ini, terlihat pada faktor akademik yakni mengalami kesulitan dalam memperoleh ilmu atau materi secara maksimal, dan merasakan kesulitan dalam membangun relasi yang semakin akrab dengan dosen terkhusus dalam hal konsultasi materi kuliah. Faktor yang mempengaruhi masalah pribadi contohnya mengalami bosan dengan situasi yang selalu sendiri, dan kesepian yang berkepanjangan. Sedangkan faktor keluarga pada umumnya berkaitan dengan relasi dengan keluarga, terkhusus bagi mahasiswa yang berasal dari luar Pulau Jawa yang terpaksa untuk mendesak orang tua memberikan tanggungan yang lebih. Hal ini menjadi persoalan utama, karena keluarga dari mahasiswa rata-rata tingkat ekonominya sangat rendah.

Kalau dilihat dari faktor sosial, mahasiswa justru mengalami peristiwa yang sangat menampar kehidupan mereka sebagai mahasiswa. Situasi pandemic membuat mahasiswa tidak dapat berinteraksi dengan orang lain, khususnya kurangnya berinteraksi dengan sahabat, kerabat, kenalan sesama mahasiswa. Dari berbagai pengalaman mahasiswa yang dari luar Jawa, ternyata kebiasaan yang sudah terealisasikan sejak dulu adalah adanya "Organisasi-organisasi Daerah" (Orda). Dalam Orda inilah mahasiswa saling membangun tali persaudaraan yang berasal dari satu daerah yang sama, membentuk suatu kekeluargaan yang harmonis dengan tujuan untuk saling membantu, saling melengkapi dan saling menguatkan dalam proses perkuliahan berlangsung, dan menjadi jembatan untuk saling mengenal dengan Orda-orda yang lain.

Organisasi daerah (orda) sudah menjadi ciri khas bagi mereka yang hidup di tanah rantau. Mahasiswa yang tinggal di daerah Kota Malang, juga membentuk organisasi ini sebagai sarana bagi mereka untuk membantu dalam membangun interaksi antara satu dengan yang lainnya. Sehingga dapat dikatakan bahwa pandemic juga akan merusak sistem organisasi mahasiswa (Orda) yang menjadi tempat bagi mereka untuk saling memberikan, membantu dan menguatkan antara satu sama lain.

Namun setelah pandemic ini mulai berkurang, kebiasaan mahasiswa pun mulai kembali normal. Kebiasaan berkumpul dalam satu (Orda) pun telah kembali dijalankan dengan baik dan tetap mematuhi Protocol kesehatan, seperti memakai masker, jaga jarak, dan tetap memperhatikan kesehatan.

 

GAMBAR, ORDA SOMBA: Kebersamaan (Solidaritas Mahasiswa Borong, Rana Mese, Manggarai-Malang)

 

Suatu hal yang menarik yang dilakukan oleh mahasiswa setelah pandemic mulai berkurang adalah adanya sikap membangun kembali kebiasaan untuk menanamkan nilai-nilai budaya yang melalui pekumpulan dalam suatu (Orda). Tidak terkecuali yang dilakukan oleh mahasiswa yang berada dalam Orda Somba (Mahasiswa Manggarai, Flores, NTT). Nilai kebudayaan yang di rajut bersama dalam satu Orda itu ialah "Budaya Lonto Leok". Budaya Lonto Leok merupakan suatu kebiasaan bagi orang Manggarai yang selalu berkumpul bersama dan membahas suatu topik pembicaraan tertentu dengan bermaksud akan membangun suatu kekerabatan atau kekeluargaan bagi setiap pribadi yang terlibat.

 Lonto Leok adalah salah satu warisan kearifan lokal yang dimiliki oleh orang Manggarai, Flores Barat, Indonesia Timur. Kata Lonto Leok terdiri dari dua suku kata, dan setiap kata memiliki arti. Kata Lonto berarti duduk, dan Leok artinya melingkar. Jadi, kata Lonto Leok berarti bentuk duduk bersama yang membentuk lingkaran. Posisi duduk seperti ini dilakukan pada pertemuan bersama dan dalam acara ritual adat-istiadat. Makna inti budaya Lonto Leok menjelaskan filosofi kehidupan yang mengandung nilai-nilai moral yang membentuk karakter masyarakat Manggarai pada umumnya dan komunitas sekolah, dan perhimpunan Mahasiswa pada khususnya.

 Pada umumnya Lonto Leok dipandang sebagai sebuah budaya, juga berperan dalam menumbuhkan ikatan kekerabatan di antara anggota masyarakat dengan kandidat yang hadir, artinya saat berkumpul bersama, mahasiswa merasakan bahwa, sedang terjadinya proses membangun nilai-nilai budaya yang telah ada. Konsep kekerabatan merupakan suatu hubungan yang terjalin antara anggota masyarakat dengan orang lain yang berasal dari luar kampungnya. Hubungan tersebut sangat memperhatikan aspek kekeluargaan, garis keturunan, asal kampung dan suku antara orang luar dengan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline