Lihat ke Halaman Asli

Charly Manurung

Mahasiswa S2 Magister Akutansi UNPAM

Fenomena Golput di Kota Depok, Jawa Barat

Diperbarui: 11 September 2023   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dilansir dari Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Depok mencatat, golongan putih (golput) memperoleh suara terbanyak alias unggul dalam hasil rekapitulasi suara final di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Depok di Tahun 2020.

Jumlah golput dalam hasil rekapitulasi final KPU Kota Depok mencapai 481.016 atau 39,12 persen dari total 1.229.362 daftar pemilih tetap (DPT).

Apakah hal ini akan terjadi kembali di tahun 2024 di Kota Depok?

GOLPUT. Istilah ini selalu muncul mendekati hari-hari pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah. Golput atau golongan putih selalu diidentikkan dengan sikap cuek, apatis, atau tidak mau cawe-cawe dengan kondisi politik; akhirnya tidak memilih untuk berangkat ke TPS untuk mencoblos. (aclc.kpk.go.id/aksi-informasi)

"Golput yang tinggi berdampak pada rendahnya kepercayaan dan kredibilitas calon terpilih. Akibatnya, pemerintah daerah mengalami hambatan dalam menjalankan tugasnya karena kurangnya dukungan politik. Sebaliknya, jika seorang pemimpin daerah berhasil meraih suara yang meyakinkan, hal ini akan meningkatkan kepercayaan diri dan kredibilitasnya. Dengan dukungan politik yang kuat, pemimpin tersebut dapat melaksanakan amanat dan janji politiknya dengan keyakinan tinggi."

Fenomena Golput atau pemilih yang memilih untuk tidak menggunakan hak suara mereka dalam pemilihan telah menjadi perhatian di Kota ini. Meskipun demokrasi memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk berpartisipasi dalam menentukan masa depan negara mereka, tingkat partisipasi pemilih yang rendah menimbulkan keprihatinan.

Kemungkinan ada beberapa faktor yang dapat menjadi penyebab menurunnya partisipasi pemilih di kota ini.

Salah satu faktor utama adalah rasa ketidakpercayaan terhadap para politisi dan sistem politik yang ada. Beberapa kasus korupsi dan kegagalan dalam memenuhi janji kampanye telah membuat sebagian masyarakat Depok meragukan integritas dan komitmen para kandidat. Hal ini menyebabkan mereka kehilangan kepercayaan terhadap proses pemilihan dan memilih untuk tidak memberikan suara mereka.

Selain itu, beberapa pemilih juga merasa bahwa pilihan yang ada tidak memadai atau tidak mewakili kepentingan mereka. Mereka merasa bahwa tidak ada kandidat yang benar-benar memahami dan peduli dengan isu-isu yang dihadapi oleh masyarakat Depok. Kekurangan pilihan yang memadai ini menjadi alasan bagi sebagian pemilih untuk memilih golput.

Faktor lain yang turut berperan adalah kurangnya pemahaman tentang pentingnya partisipasi dalam demokrasi. Beberapa warga mungkin tidak sepenuhnya memahami dampak dari ketidakhadiran mereka di tempat pemungutan suara. Kurangnya pendidikan politik dan kesadaran politik yang rendah dapat membuat sebagian pemilih tidak merasa terlibat secara aktif dalam proses pemilihan.

Menghadapi fenomena golput ini, penting bagi masyarakat Depok untuk memahami pentingnya partisipasi dalam demokrasi. Suara mereka memiliki kekuatan untuk mengubah arah dan masa depan kota mereka. Dengan memberikan suara, masyarakat Depok dapat memilih pemimpin yang berkualitas dan mewakili kepentingan mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline