Beberapa hari belakangan ini kita tersentak dengan tewasnya duta besar Amerika Serikat untuk Libya, Christopher Stevens beserta 3 stafnya pada tanggal 11 September 2012. Mereka tewas akibat serangan roket yang mengenai mobil yang mereka naiki saat akan meninggalkan gedung konsulat menuju tempat yang lebih aman. Serangan tersebut diduga dilakukan oleh pihak-pihak yang marah terhadap beredarnya film Innocence of Moslems yang konon dibuat oleh warga negara AS berdarah Yahudi bernama Sam Bacile.
Film tersebut juga memicu demonstrasi terhadap kedutaan besar AS di beberapa negara seperti Yaman, Mesir, Tunisia dan Sudan. Demonstrasi-demonstrasi tersebut pada akhirnya menyebabkan jatuhnya korban jiwa. Di Yaman 4 orang tewas dan 48 orang cedera. Di Tunisia sedikitnya 3 orang tewas dan 28 orang cedera. Sedangkan di Sudan sudah 3 orang tewas selama demonstrasi.
Demonstrasi-demonstrasi lain masih bisa saja muncul di berbagai negara, terutama di penduduk yang mayoritasnya Muslim. Sebagai konsekuensinya, potensi bertambahnya korban masih tetap ada. Belum lagi jumlah korban yang ditimbulkan oleh tindakan-tindakan yang ekstrim termasuk terorisme dari pihak-pihak yang merasa terluka akibat film tersebut. Semua itu belum termasuk kerugian materi yang timbul akibat demonstrasi dan tindakan ekstrim tersebut.
Pemerintah AS menyatakan film tersebut sebagai menjijikkan dan tercela. Namun dengan alasan bahwa kebebasan berekspresi di AS dilindungi konstitusi, pemerintah AS menyatakan tidak dapat mengambil tindakan hukum apapun untuk meminta pertanggungjawaban pembuatnya. Sungguh tragis. Begitu banyaknya nyawa manusia yang menjadi korban sebagai tindakan yang dipicu oleh film tersebut, termasuk nyawa duta besarnya sendiri, namun tidak ada tindakan yang bisa dilakukan oleh pemerintah AS.
Kebebasan individu seharusnya diimbangi dengan tanggung jawab dari individu tersebut. Jika seseorang menyadari bahwa terdapat potensi konflik di antara masyarakat dan konflik tersebut dapat meluas dan menyebabkan korban jiwa dan materi yang sangat besar, kemudian orang tersebut dengan sadar dan sengaja memicu konflik tersebut maka seharusnya orang tersebut dapat dimintai pertanggungjawabannya. Apalagi korbannya merupakan orang-orang tidak bersalah dan sama sekali tidak ada kaitannya dengan film itu.
Benar bahwa tindakan-tindakan radikal dari beberapa pihak, seperti pembunuhan duta besar AS juga salah dan harus dihukum. Katakanlah orang-orang yang melakukan kekerasan sebagai reaksi terhadap film tersebut adalah bodoh, jahat, barbar atau apapun. Di sisi lain, si pembuat film tersebut menyadari bahwa orang-orang seperti itu ada dan yang jika dipicu oleh hal-hal tertentu, terutama seperti film yang dibuatnya itu, dapat melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Karena itu dia tidak dapat berdalih bahwa dia tidak memperkirakan akibat dari pembuatan dan peredaran film tersebut. Dia pasti menyadari bahwa filmnya tersebut dapat menyebabkan akibat seperti itu. Sangat tidak masuk akal jika dia mengatakan tidak tahu. Pemerintah AS pun tidak mempunyai alasan untuk menerima dalil seperti itu.
Si pembuat film menyadari akibat yang mungkin terjadi namun tetap melakukannya dan terbukti bahwa jatuh korban telah terjadi. Sejauh ini sudah 13 jiwa yang hilang sia-sia termasuk warga negara AS sendiri. Dia yang melakukan, orang lain yang mati. Potensi bertambahnya korban yang jatuh akibat tindakan yang dipicu film tersebut juga masih tetap ada. Tidak tertutup kemungkinan terjadi kerusuhan sosial, bahkan perang, di berbagai tempat sebagai reaksi terhadap film tersebut.
Konstitusi sebuah negara harus, dan pasti, berlandaskan keadilan. Karena itu akan sangat melukai rasa keadilan jika pemerintah AS dengan alasan melindungi kebebasan berekspresi tidak menghukum si pembuat, dan tentu saja, pengedar, film tersebut. Apalagi sasaran pelampiasan dari pihak-pihak yang marah adalah warga negara AS sendiri. Sudah saatnya hukum AS meninjau ulang definisi kebebasan berekspresi disesuaikan dengan fakta dan kondisi sekarang. Kebebasan individu yang tidak berlandaskan pada keadilan adalah salah.
Mengingat jumlah korban yang tewas dan potensi bertambahnya korban, yang tragisnya adalah orang-orang yang tidak bersalah sama sekali, maka hukuman yang tepat adalah hukuman mati.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H