Lihat ke Halaman Asli

Relokasi Sebagai Solusi Konflik

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menyikapi peristiwa  konflik di Sampang beberapa waktu yang lalu, Wakil Ketua DPR, Priyo Budi Santoso menyampaikan wacana untuk melakukan relokasi  salah satu pihak warga yang bertikai.  Alasannya adalah bahwa  konflik tersebut disebabkan permasalahan keluarga bukan keyakinan terhadap suatu mazhab tertentu. Disebutkan bahwa relokasi tersebut bersifat sementara dengan catatan kalau kondisi sudah membaik warga tersebut dapat  kembali. Untuk detailnya klik disini.

Wacana itu tentu bertujuan baik yaitu untuk menghindari konflik yang berkelanjutan. Namun penulis berpendapat bahwa relokasi bukanlah sebuah solusi. Terlebih lagi jika ternyata penyebabnya adalah masalah keluarga. Lantas kalau penyebabnya adalah faktor keyakinan bagaimana lagi penanganannya?

Konflik bisa terjadi dimana dan kapan saja dan pemicunya bisa sangat beragam dan kompleks. Persaingan usaha, kecemburuan sosial, perbedaan dalam menerapkan keyakinan adalah contoh hal-hal yang dapat memicu konflik.

Keyakinan yang dimaksud disini bukan hanya disebabkan oleh agama tetapi  bisa saja disebabkan perbedaan dalam  pandangan hidup atau gaya hidup. Perokok dengan bukan perokok, pencinta binatang dengan pemburu binatang, pendukung tim sepakbola tertentu dengan pendukung tim yang lain dan lain-lain. Bahkan berebut untuk menonton acara televisi juga bisa menyebabkan konflik.

Karena itu, relokasi baik hanya bersifat sementara bukanlah sebuah solusi.  "Sementara" itu berapa lama? Selama "sementara" tersebut, bagaimana pihak yang direlokasi akan melakukan kegiatan-kegiatannya? Kalau misalnya dia petani, bagaimana kalau dia sebentar lagi akan memasuki masa panen?  Bagaimana kegiatan pendidikan anak-anaknya? Apakah harus pindah sekolah dulu? Apa ukuran untuk mengatakan bahwa kondisi sudah membaik?

Solusi untuk menyelesaikan konflik Sampang, dan konflik-konflik lain yang telah dan akan terjadi, adalah ketegasan pemerintah dalam menegakkan hukum.  Jika kedua belah pihak yang bertikai dianggap sebagai warga negara yang sah dan berhak untuk hidup di Indonesia, maka negara wajib melindungi mereka. Jika terjadi pelanggaran hukum, terapkan sanksinya kepada pihak yang melanggar, siapapun dan berapa banyakpun  jumlah pelakunya dan tanpa memandang apakah pelakunya berasal dari pihak mayoritas atau minoritas.

Secara bersamaan tindakan-tindakan lain yang perlu untuk mencegah terulangnya konflik juga dilakukan. Namun penerapan hukum secara tegas adalah solusi yang paling utama dan efektif karena pada dasarnya hal itulah yang menahan seseorang atau sekelompok orang untuk melakukan tindakan sewenang-wenang dan merugikan terhadap seseorang atau kelompok yang lain.

Salah satu unsur sebuah negara adalah adanya pemerintah yang berdaulat. Dasar bagi pemerintahan yang berdaulat adalah nilai-nilai dan hukum yang disepakati secara sukarela oleh sebagian besar warganya melalui proses yang diterima secara universal sebagai referensi dan alasan berdirinya dan berjalannya negara tersebut. Jika pemerintah tidak mampu untuk melindungi dasarnya maka dapat dikatakan bahwa pemerintah tersebut tidak berdaulat.  Kalau tidak ada pemerintahan yang berdaulat maka apakah masih dapat dikatakan bahwa negara itu ada?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline