"Tekanan nyata adalah ketika saya tinggal di favela dan berangkat sekolah jam sembilan pagi tidak yakin apakah saya bisa makan lagi sampai jam sembilan malam. Itu tekanan." (Antony)
Antony Matheus dos Santos akan segera menjadi bagian dari Manchester United. Sempat terjadi tarik ulur antara Ajax Amsterdam yang tak ingin kehilangan dan Setan Merah yang tak bisa berpaling.
Mahar sekitar 100 juta euro atau setara Rp1,4 triliun akhirnya meluluhkan hati klub Eredivisie Belanda itu untuk melepas pemain penting mereka.
Sempat terjadi drama. Alfred Schreuder yang merupakan pelatih kepala Ajax menegaskan berkali-kali tak mau melepas Antony. Ia tak tergoda dengan berbagai tawaran menggiurkan. Pemain itu akan tetap di Amsterdam.
Namun, Antony ternyata berhasrat untuk mencoba petualangan baru. Antony pun tak menjadi bagian dari kemenangan 2-0 Ajax atas FC Utrecht pada akhir pekan lalu. Isyarat bahwa kepergian Antony semakin kuat.
Dalam dua tahun terakhir posisi Antony sebagai pemain sayap hampir tak tergantikan. Kontribusi 47 gol selama dua musim membuat pemain asal Brasil ini mendapat tempat tersendiri. Kepergian Antony jelas kehilangan tersendiri, meski pada waktu bersamaan mendatangkan cuan besar.
Ajax baru saja memulangkan Steven Bergwijn ke Eredivisie pada tahun ini. Pemain itu sudah memiliki rekam jejak mentereng di sana, sebelum Tottenham Hotspur merekrutnya dari PSV pada 2020 silam.
Segemilang apa pun gelandang sayap asal Belanda berusia 24 tahun itu, ia tetap tak akan mampu menutup celah yang ditinggalkan Antony. Keduanya adalah dua sayap yang diandalkan Ajax untuk terbang tinggi. Ketika salah satu sayap itu patah, keseimbangan tim jelas dalam bahaya.
Sementara di sisi berbeda, sejak ditangani Erik ten Hag, Antony adalah prioritas. Eriklah yang memboyongnya dari Sao Paulo pada 2020 silam. Karier pemain yang kini berusia 22 tahun itu melesat.
Erik tahu kualitas dan perkembangan sang pemain setelah lebih dari setahun bersama sebelum ia hijrah ke Old Trafford menggantikan Ralf Rangnick pada akhir musim lalu.