Bulan suci Ramadan sudah dimulai. Para pemeluk teguh menyambutnya dengan puasa, doa, dan introspeksi mendalam.
Salah satu tuntutan ibadah yang wajib dijalankan, tentu bagi yang diwajibkan, adalah menahan diri dari makan dan minum sejak matahari terbit hingga terbenam.
Durasi puasa pun berbeda-beda di setiap negara. Rata-rata puasa berlangsung 13 jam. Tetapi di sebagian negara durasinya bisa lebih singkat. Sementara di negara-negara tertentu durasi menjadi lebih panjang hingga mencapai 20 jam.
Waktu puasa tentu tidak mengurangi tanggung jawab kaum Muslim untuk bekerja maupun beraktivitas rutin sehari-hari. Tidak terkecuali bagi para atlet.
Lantas, bagaimana para atlet yang memilih berpuasa itu harus bersiasat di tengah batasan waktu mendapat asupan makanan dan minuman? Sepanjang hari tidak makan dan minum, bagaimana mereka mendapat energi untuk bisa bertanding dan mengukir prestasi? Bagaimana mereka bertahan di tengah jadwal latihan dan pertandingan yang tak bisa dikompromi?
Petinju Amir Khan tak menafikan dirinya merasa lemah saat bulan puasa. "Kamu harus bangun jam 4 untuk makan, tapi kamu lelah dan tidak ingin makan," begitu petinju Inggris itu pernah berbicara kepada BBC Sport.
Sekali lagi, tidak ada makanan sebelum bertanding. Tidak ada asupan protein sebelum berlaga. Waktu makan dan minum pun berbeda dari biasanya.
Bangun pagi lalu berhadapan dengan sekian banyak makanan di atas meja. Tidak banyak waktu yang tersedia untuk menikmatinya. Sekalipun waktu masih memungkinkan, belum tentu gayung bersambut dengan tubuh.
"Saya duduk dalam dingin dan gelap dengan meja penuh sereal, milkshake, kue kering,... manis, makanan kaya kalori yang enak untuk dimakan sekali tetapi tidak setiap pagi pada jam 4 pagi selama 30 hari. Ini upaya besar untuk memaksanya masuk ke perut," ungkap pendayung Inggris, Moe Sbihi kepada BBC Sport suatu ketika.
Kesan juara All England