Hari ini, 17 Mei 2021. Sejak 2002 silam, setiap tanggal ini kita memperingati Hari Buku Nasional (Harbuknas). Hari istimewa ini ditetapkan sejak era Menteri Pendidikan Abdul Malik Fadjar. Tanggal tersebut bertepatan dengan berdirinya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 17 Mei 1980.
Selain Harbuknas, di tanggal yang sama, kita pun kenang Hari Ulang Tahun Perpustakaan Nasional. Tentu, buku dan perpustakaan berkorelasi erat. Di mana ada perpustakaan di sana pasti ada buku. Ke mana mencari dan membaca buku, kalau bukan di antaranya ke perpustakaan. Perpustakaan berkembang dari dan mendapatkan makna karena pustaka. Buku.
Namun dalam praksis keseharian, dua hal itu bisa jadi tidak lagi sejalan, atau sejalan tetapi dalam bentuk berbeda.
Saat ini perpustakaan dalam arti fisik bukan lagi satu-satunya tempat mendapatkan buku. Untuk mendapatkan suatu pustaka, kita tidak harus ke tempat di mana buku dikoleksi secara fisik.
Perpustakaan bukan lagi tempat yang bisa dipijak dan disentuh, tetapi sudah berkembang ke ranah digital. Berkembang pula format buku digital yang bisa diakses melalui perangkat elektronik.
Di perpustakaan elektronik atau virtual ini kita bisa mendapatkan jenis buku yang diinginkan dengan tanpa harus melewati prosedur manual.
Pola-pola konvensional seperti meminjam buku melalui tatap muka, mencari judul di katalog, lantas berurusan dengan petugas perpustakaan sudah diganti dengan perangkat dan fitur-fitur elektronis. Perpustakaan bukan lagi gedung konvensional dengan batas-batas geografis tertentu, tetapi sudah berkembang menjadi dunia yang lebih luas, bahkan nyaris tanpa batas.
Realitas buku dan perpustakaan digital pada akhirnya disadari sebagai perubahan "forma" atau bentuk. Sementara substansi tetap sama.
Buku tetaplah buku. Bila sebelumnya bisa kita raba dan pegang, kini kita hanya perlu menyentuh layar elektronik untuk menikmati setiap kata, kalimat, dan alinea. Bila sebelumnya kita butuh ruang atau rak buku untuk mengamankannya, maka kini semua sudah tersimpan dalam memori ponsel.
Namun perubahan bentuk itu tidak menyelesaikan berbagai masalah substansial dengan sendirinya. Masih ada yang merasa lebih nyaman dan nikmat membaca buku fisik. Aroma kertas hingga gerak menyibak halaman demi halaman adalah kerinduan yang tak bisa ditemukan di layar komputer atau telepon genggam.