Hingga Senin (5/4) petang sekitar pukul 18.00 WIB, sejumlah sanak kerabat di Kupang, NTT, begitu susah dihubungi. Komunikasi terakhir terjadi Minggu malam sekitar pukul 20.00 WIB. Mencoba mengirim pesan via WhatsApp, tetapi hanya bertanda centang satu. Sambungan telepon selalu berakhir dengan suara "tekan satu untuk meninggalkan pesan suara."
Mengintip sejumlah story WhatsApp, hampir semua terakhir kali diperbaharui beberapa jam lalu. Beberapa di antaranya diunggah sekitar dini hari tadi. Lantunan isi hati berupa patah kata doa berikut emoticon tangan terkatup dan wajah sedih hampir mendominasi.
Ada juga yang membagikan sejumlah potret: atap rumah terangkat, luapan air menggenangi rumah, hingga gemuruh angin yang kencang menerjang pepohonan dan atap rumah.
Saat membuka akun Instagram INFO Kupang, ditemukan berbagai video pendek yang menunjukkan apa yang sesungguhnya telah terjadi. Banjir bandang, angin kencang, banjir rob, menyebabkan pepohonan tumbang, pagar dan papan reklame rubuh, gedung terendam air, rumah-rumah porak-poranda, dan akses jalan serta saluran komunikasi terhambat, bahkan terputus.
Saya akhirnya mafhum. Aliran listrik di wilayah itu padam, lebih dari 24 jam. Tentu mempengaruhi aktivitas mereka. Bisa jadi, persediaan daya di telepon genggam, habis. Jaringan telepon dan komunikasi terhambat.
Dalam keprihatinan, saya membayangkan bagaimana perasaan dan perjuangan mereka. Sementara itu tersiar kabar, hujan dan angin kencang belum juga berhenti.
Nama bunga
Gambaran di atas hanyalah potret kecil akan kehancuran yang terjadi di sejumlah wilayah di NTT akhir-akhir ini. Cuaca ekstrem yang terjadi dalam beberapa hari terakhir mengakibatkan bencana hidrometeorologi seperti banjir, tanah longsor, dan luapan air pasang (rob).
Hingga kini masih didata jumlah kerugian yang terjadi. Di sejumlah wilayah perjuangan untuk menyelamatkan korban yang tertimbun longsor, membebaskan diri dari genangan air, mencari jalan menyelamatkan diri, menjauhkan diri dari daerah rawan, masih terus berlanjut.