Kurang dari satu bulan Asian Games 2018 akan digelar. Jakarta dan Palembang, dua kota yang didaulat sebagai tuan rumah akan menjadi etalase mini Indonesia. Di dua tempat itulah, meski penyelenggaraan juga berlangsung di beberapa tempat lain, mata dunia internasional akan tertuju. Tempat-tempat itu akan menjadi fokus perhatian setidaknya selama nyaris sebulan sejak 18 Agustus hingga "closing ceremony" pada 2 September nanti.
Selain infrastruktur dan sarana pendukung terbaik, untuk menyemarakkan pesta olahraga empat tahunan ini berbagai rupa dekorasi dan promosi pun dibuat. Harapannya tentu tidak lain adalah perhelatan ini semakin dikenal luas dan meninggalkan kesan tersendiri. Dunia semakin membuka mata kepada Indonesia. Begitu juga warga Indonesia semakin merasa demam karena terpaan virus Asian Games. Tidak hanya warga di kota-kota penyelenggara, seluruh anak negeri juga merasakan atmosfer yang sama.
Saya terus mengamati dari waktu ke waktu bagaimana Jakarta bersiap. Entah secara langsung atau tidak langsung baik melalui kunjungan terencana atau karena rutinitas. Kompleks Olahraga Gelora Bung Karno (GBK), Senayan sebagai salah satu sentra penyelenggaraan terlihat semakin molek. Meski di beberapa sisi masih terus dikebut, sebagian besar sarana olahraga dan falitias pendukung telah selesai dibangun, dipugar dan dipoles.
Istana Olahraga (Istora) misalnya. Tempat ini sudah selesai direnovasi dan mendapat pujian dari Federasi Bulu Tangkis Dunia (BWF) seusai perhelatan Indonesia Open Super1000 beberapa waktu lalu. Selain perubahan mendasar di dalam Istora, lingkungan sekitar pun mendapat sentuhan perubahan. Toilet sudah terlihat bersih. Jalur pejalan kaki di sekitarnya juga terlihat lebih lebar dan tertata.
Di sisi lain, lingkungan di sekitar GBK juga dibenahi. Trotoar yang dulu terlihat sempit dan tak terawat kini berubah lebar dan diwarnai sehingga terlihat elok. Bahkan perubahan itu juga dilakukan di kawasan sekitar seperti di tikungan stasiun Palmerah hingga Gedung Televisi Republik Indonesia (TVRI) dan terus memutar hingga gedung MPR/DPR RI di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Senayan.
Itulah salah satu perubahan yang mencolok. Kita tentu patut mengapresiasi perubahan ini. Selain membuat lingkungan terlihat molek, perubahan itu juga memberi ruang lebih kepada pihak yang selama ini bahkan kerap masih menjadi anak tiri di jalanan yakni para pejalan kaki.
Selain sarana yang mendasar, perubahan lain juga menyasar pada aspek dekoratif. Di banyak titik membentang spanduk dalam berbagai ukuran. Ada yang dipasang di pagar pembatas, di bagian atas gerbang masuk kantor, ada pula yang berbagi ruang dengan reklame komersial. Tidak sedikit yang ditempatkan di jembatan penyebrangan. Ada juga yang diikat di dua pohon yang berdiri di sisi trotoar.
Hiasan juga menyasar fasilitas umum lainnya seperti bus dan halte transjakarta. Meski sepanjang pengamatan saya tidak semua bus dan halte mendapat sentuhan Asian Games. Namun sentuhan tersebut cukup memberikan gambaran kreativitas penyelenggara.
Tidak hanya dalam bentuk spanduk atau banner. Ornamen dan pernak-pernik Asian Games juga terpasang di sejumlah titik seperti di dekat balai Kartini. Terdapat sejumlah material yang membentuk konfigurasi mengacu pada Asian Games. Bila malam tiba, pendar cahaya membuat hiasan tersebut terlihat makin memikat.
Ada cara lain yang lebih artistik. Coba perhatikan di sepanjang ruas jalan Asia Afrika, Senayan hingga jalan Gelora 2. Tiang-tiang beton yang menjadi saksi sejarah sebuah proyek mangkrak sudah berubah rupa. Tak lagi terlihat wajah beton-beton hitam dengan besi-besi besar yang menyembul di permukaan.
Tulisan besar "energy of Asia" berbagi ruang dengan goresan "18.8.18" yang dipoles cantik di sekujur tubuh. Memandang tiang-tiang ini, kita bisa melupakan kisah kelam di baliknya. Berganti semarak menyambut ajang multievent yang sudah di depan mata.