Sehari pasca Piala Thomas dan Uber 2018 bergulir di Impact Arena, Bangkok, Thailand, pencinta bulu tangkis di Indonesia mendapat kabar gembira. Hari pertama penyelenggaraan akses untuk menyaksikan perjuangan para skrikandi dan pangeran bulu tangkis Indonesia cukup terbatas. Selain stasiun televisi berbayar K-Vision, kita hanya memiliki pilihan melalui "live streaming" dengan akses yang jauh lebih terbatas.
Tidak nyaman memang. Rasanya gimana gitu. Event akbar yang seharusnya mendapat perhatian luas itu tidak mendapatkan peliputan yang semestinya. Bukan karena enggan mengeluarkan "harga" untuk mendapat tontonan, tetapi mestinya akses untuk melihat sepak terjang para pahlawan bulu tangkis kita dibuka lebar-lebar. Ya, setidaknya melalui stasiun televisi swasta yang bisa dijangkau oleh masyarakat luas.
Akhirnya setelah menanti, sambil menebak-nebak stasiun televisi mana yang mau mengambil "risiko"-karena memang penuh perhitungan untuk menayangkan jenis olahraga satu ini di tengah materi siaran lainnya yang lebih "seksi"-ada stasiun televisi yang mau menayangkannya secara gratis. Stasiun itu adalah Televisi Republik Indonesia (TVRI)!
Saatnya kembali ke TVRI! Tanpa perlu berpikir panjang untuk mencari tahu alasan, kesediaan TVRI menyiarkannya patut disambut gembira.
Di satu sisi, TVRI memainkan peran sebagai lembaga penyiaran publik, yang sebagian besar biaya operasionalnya ditanggung negara, untuk memberikan tontonan secara gratis kepada masyarakat Indonesia. Apalagi tayangan ini terkait perjuangan tim Indonesia yang sedang menjalankan tugas mengharumkan nama bangsa di kancah internasional.
Seluruh rakyat Indonesia tentu tidak bisa memberikan dukungan secara langsung kepada Hendra Setiawan, Greysia Polii dan kawan-kawan. Sedikit dari banyak cara yang bisa dilakukan secara tidak langsung adalah melalui perantara televisi. Liputan "live" akan membuka akses kepada masyarakat untuk melihat sambil memberikan dukungan dari jauh.
Di sisi lain, penayangan ini menjadi sebentuk ajakan kepada masyarakat untuk kembali ke TVRI! Di tengah menjamurnya televisi swasta yang tidak hanya banyak dalam jumlah tetapi lebih atraktif dan menarik dalam kemasan membuat posisi TVRI kian terpinggirkan.
Berapa banyak masyarakat Indonesia kini yang masih setia memutar tayangan TVRI? Berapa banyak generasi masa kini yang masih menyimpan nama TVRI di benak ketika hendak menyalakan televisi?
Sebelum tahun 1989 ketika televisi swasta pertama belum berdiri, TVRI adalah penguasa. Begitu juga ketika RCTI baru mulai mengudara, lantas menyusul SCTV setahun berselang, pamor TVRI masih begitu kuat. Tidak sedikit tayangan TVRI yang menjadi primadona dan kini masih disebut-sebut.
Ketika kita berbicara tentang konten atau siaran yang muncul di layar kaca masa kini kadang mengantar kita melihat kembali ke belakang, ke masa-masa ketika tayangan seperti Oshin (drama serial dari Jepang), Dari Desa ke Desa (liputan tentang aneka profesi orang Indonesia di berbagai pelosok desa).
Berpacu dalam Melodi (acara kuis yang dipandu Koes Hendratmo yang kini dalam kemasan baru dihadirkan kembali oleh salah satu stasiun televisi swasta), Aku Cinta Indonesia (sinetron tentang remaja yang mengedepankan nilai-nilai positif dengan Amir (Agyl Syahriar), Cici (Dyah Ekowati Utomo) dan Ito (Ario Sagantoro) sebagai pemeran utama), hingga Si Unyil menjadi favorit pemirsa.