Lihat ke Halaman Asli

charles dm

TERVERIFIKASI

charlesemanueldm@gmail.com

Stop Diperdaya "Kebutuhan Palsu", Saatnya Pakai Produk Dalam Negeri

Diperbarui: 17 Desember 2017   13:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Akhyari Hananto, Founder & Editor in Chief Good News From Indonesia (dokpri)

"Pakaian dalam pun nekat beli bekas lantas dicuci beberapa kali. Intinya buatan luar negeri." (Haris Munandar, Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian)

Filsuf Jerman, Karl Marx pernah melontarkan kritik terhadap gaya hidup masyarakat modern. Ia menilai masyarakat mudah terjebak dalam apa yang disebut kebutuhan palsu. Ini adalah jenis kebutuhan yang hanya mendewaka kesenangan semata. Pengaruh iklan membuat preferensi kebutuhan bergeser: apa yang sesungguhnya kurang atau tidak kita butuhkan akhirnya dirasakan sebagai suatu kebutuhan.

Kritik Marx tampaknya masih, malah semakin aktual dewasa ini. Kita lebih suka makan atau mengkonsumsi produk luar negeri karena merasa nilai prestisenya lebih tinggi. Kita merasa harus menikmati sesuatu yang dari luar karena melihat orang-orang zaman sekarang beramai-ramai ke sana.

Orang berbondong-bondong ke pusat perbelanjaan untuk berburu produk keluaran terbaru dengan label ternama, atau mengalokasikan waktu khusus untuk mengejar barang-barang bermerek hingga ke luar negeri, tidak hanya karena ia membutuhkan sesuatu tetapi hanya demi belanja itu sendiri. Seseorang berniat berbelanja tidak sekadar membeli sesuatu yang penting tetapi terkadang hanya untuk memenuhi satu kebutuhan. Shopping.

Berbelanja tentu hak setiap orang. Masing-masing orang punya alasan dan pertimbangan tersendiri. Tentu dengan konsekuensi tertentu terkait waktu hingga biaya. Namun ada pertanyaan yang mengemuka. Mengapa harus produk luar negeri? Apakah produk dalam negeri kalah kelas dan tidak bergengsi?

Seperti disinggung sebelumnya orang menggemari produk luar negeri bisa jadi karena gengsi. Orang merasa lebih afdol bila memiliki barang-barang yang diproduksi di luar negeri apalagi merek-merek terkenal yang hanya bisa dijangkau kalangan terbatas.

Soal gengsi bisa jadi sangat subjektif. Alasan lain yang sedikit rasional antara lain. Pertama,produk dalam negeri berkualitas rendah. Dibanding produk luar negeri, produk dalam negeri berkualitas rendah apalagi dipatok dengan harga relatif tinggi. Orang kemudian memilih produk luar negeri yang lebih berkualitas meski harus merogoh kocek lebih dalam.

Di samping itu, produk dalam negeri berkualitas tinggi malah dilempar ke pasar luar negeri. Sementara di dalam negeri berseliweran produk nomor dua dengan kualitas serupa.

Kedua,kurangnya inovasi. Produk luar negeri biasanya selalu bergerak cepat dalam hal inovasi. Hal ini bisa dilihat dari mudahnya produk-produk lokal meniru sesuatu yang datang dari luar. Tidak hanya terkait substansi tetapi juga kemasan. Produk luar negeri selalu hadir dengan kemasan yang menarik dan menggoda sehingga mudah menarik perhatian.

Ketiga,layanan purnajual. Apakah Anda pernah mengalami kesulitan untuk menghubungi "customer care" atau "customer service" produk dalam negeri? Jangankan itu, tidak sedikit pelanggan atau konsumen lokal yang tidak mendapatkan layanan purna jual produk lokal.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline